Kontak Person

Phone: 08122624412

BANK
Acc. Bank Mandiri Surakarta No.138-00-0689319-7 a.n. Supawi Pawenang;
Acc. BPD Jateng Cab. Surakarta No.2-002-11942-5 a.n. Supawi Pawenang;

Sabtu, 13 Desember 2008

AYAT-AYAT EKONOMI

  1. An Nisaa’ (4);29 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.
  2. Al Faathir (35);29 Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak merugi.
  3. At Takaatsur (102);1 Bermegah-megahan telah melalikan kamu. (Maksudnya: bermegah-megahan dalam soal banyak anak, harta, pengikut, kemuliaan dan seumpamanya telah melalikan kamu dari ketaatan).
  4. An Nisaa’ (4); 32 Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
  5. Al Israa’ (17); 35 Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Al Israa’ (17); 36 Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.
  6. Ar Ruum (30);40 Allah-lah yang mencipakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
  7. An Nuur (24);38 (mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia kepadaNya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas.
  8. At Taghaabun (64);15 Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); di sisi Allahlah pahala yang besar At Taghaabun (64);16 Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah, dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. At Taghaabun (64);17 Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan (pembalasanNya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.
  9. An Nahl (16);71 Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mengapa mereka mengingkari nikmat Allah. (Ini merupakan dasar ukhuwah dan persamaan dalam Islam).
  10. Al Anfaal (8);41 Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rsaul, kerabat Rasul, Anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa (penj: malaikat dan pertolongan) yang Kami turunkan kepada hamba Kami di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
  11. Al baqarah (2);275 Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
  12. Al Baqarah (2); 280 Dan, jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian tau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahuinya.
  13. At taubah (9);34 Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
  14. Al Baqarah (2); 254 Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim.
  15. Al Baqarah (2); 267 Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dario hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan kepadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji.
  16. Al Baqarah (2); 271 Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
  17. Al Baqarah (2); 261 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia keghendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.
  18. Al Baqarah (2); 265 Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
  19. .....masih ada lanjutannya.....(spw)

Rabu, 26 November 2008

Sabtu, 25 Oktober 2008

Economic Ejakulatif

Akhir Minggu ketiga bulan Oktober 2008, rakyat Indonesia yang memerhatikan pergerakan ekonomi makro mungkin tercengang, dan sedikit agak khawatir, terutama para pengusaha yang sedang membutuhkan US dollar untuk pembayaran. Karena, rupiah terdepresiasi menjadi Rp.10.010,00 per 1 USD. Mungkin baru sekitar tiga tahunan terakhir merasakan nilai tukar rupiah (NTR) stabil, tetapi kini fluktuasi lagi. Periode-periode sebelumnya juga sering kali begitu, terutama menjelang keruntuhan rezim Orde Baru (1997-hingga 2005). Gejolak sep0erti ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja. Negara-negara lain juga begitu. Tidak hanya negeri miskin, negeri berkembang, negeri majupun begitu. Lihat saja akhir-akhir ini, Amerika Serikatpun mengalami keterpurukan nilai tukar, bahkan krisis finansial. Dampaknya meluas, tidak hanya menjangkiti negeri itu saja, tetapi negeri-negeri seberang yang berhubungan langsung dengannya ataupun yang tidak langsung, semua merasakan dampak krisis keuangan ini. Uang semakin sulit dipegang oleh rakyat, ekonomipun perlahan mengalami perlambatan.
Kejadian krisis seperti itu akan terus terjadi. Kebanyakan faktor penyebabnya adalah alamiah adanya konjungsi dari globalisme ekonomi, bukan faktor konspirasi. Faktor konspirasi memang sering kali dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu, dengan tujuan mencapai keuntungan kelompoknya, baik itu oleh kelompok dalam arti pemerintahan suatu negara, fund manager, maupun lembaga-lembaga lain. Tetapi krisis finansial dunia saat ini adalah murni faktor alamiah.
Ini adalah sifat dari globalisme ekonomi yang konsekuensinya adalah adanya suatu korban dalam setiap siklus ekonomi. Siklus ekonomi sendiri makin lama makin semakin pendek. Artinya korban pun akan semakin sering dan semakin banyak, juga semakin parah. Kalau dilihat dari ukuran krisis yang pernah ada di Amerika, mungkin ini disepadankan dengan great depression tahun 1929-1930an. Tetapi kalau ukurannya adalah negara-negara berkembang atau negara-negara di luar Amerika, ya tentunya banyak kesepadanannya. Ada krisis Amerika Latin berpusat di Mexico, Asia Tenggara berpusat di Indonesia, Eropa di Itali, Afrika hampir disemua negara. Sebenarnya di Amnerika Serikat sendiri, krisis-krisis keuangan yang scopenya lebih kecil dibanding saat ini juga banyak. Seperti krisis ekonomi yang kemudian memunculkan sepak terjang politik AS di negara-negara lain. Misalnya, penyerangan ke Vietnam, Afganistan, Irak, dan sebagainya. Agresifitas AS itu tidak dapat dilepaskan dari krisis ekonomi yang dialaminya.
Perilaku agresif seperti itu, sebenarnya adalah upaya membuka pasar baru, mendapatkan sumber energi baru, wilayah kaptive baru, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melancarkan kembali tumpukan-tumpukan ekonomi yang tak tersalurkan, karena kelebihan pasokan. Supaya kelihatannya tidak negatif, maka bungkusnya harus positif, seperti keadilan, keamanan, dan sebagainya.
Kondisi ini akan terus berulang apabila tetap memakai sistem seperti ini. Ini murni bawaan sistem perekonomian yang berlaku di dunia ini, yang saya lebih suka menyebutnya dengan sistem ekonomi yang bersifat ejakulatif. Kata ini sepertinya yang tepat menurut saya, karena ada berbagai alasan, seperti:
1) sistem ekonomi sekarang ini dibangkitkan oleh libido materi yang harus dipenuhi dengan perilaku konsumsi yang terus eskalatif dan harus terus diimbangi dengan produktifitas dengan perilaku yang sama. Pada alasan ini, tidak ada istilah istirahat atau bersantai-santai. Karena sifatnya yang bersifat menyegera (nafsu) maka inilah libido.
2) ketahanan ekonomi hanya terjadi ketika libido konsumsi dan libido produksi seimbang. Ketika kedua libido ini seimbang, maka hasrat untuk penetrasi pasar akan membesar pula. Ketika telah terjadi penetrasi pasar dengan maksimal, maka segala aktivitas ekonomi dengan sumbangan seluruh sumbernya akan menggambarkan kondisi yang paling maksimal. Kondisi itu berada dalam keadaan yang menyejahterakan, yang membanggakan, serta kondisi yang penuh kenikmatan. Pada saat itu, libido akan semakin meningkat dan semakin tidak ada ruang lagi yang mampu mengimbangi dahsyatnya libido itu. semua energi yang ada akan tercurahkan semua, semua jenis upaya penahanan hasrat bobol, seluruh energi tercurahkan... dan itu yang disebut dengan ejakulasi, economic ejakulatif. Setelah ekonomi mengalami ejakulasi, maka energi ekonomi secara perlahan akan mengalami kelemahan dan gerakannya menjadi turun drastis perlahan, hingga terjadi stagnasi ekonomi. Saat itu seluruh energi menghilang...tidak ada daya lagi untuk membangkitkan gerakan ekonomi selayaknya ketika saat libido. semua menjadi lemas...energi tak segera bangkit...aktivitas tidak ada lagi...ia akan membangkit menjadi libido lagi jika telah terjadei keseimbangan baru dengan energi baru, dan ketika semua variabel mendukungnya. Tidak boleh ada satupun faktor yang tidak mendukung. Satu saja faktor pendukungnya tidak ideal, maka akan terjadi ketidak seimbangan, dan energi yang membangkitkan libido akan terkuras, dan ekonomipun akan lemas. tak bergerak, tak berdaya, dan inilah yang disebut dengan krisis, atau letoy economics.
3) Krisis akan bangkit lagi, libido ekonomi akan meningkat lagi, ketika ada sumber daya baru, pasar baru, semangat baru. Ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang pendek atau jangka waktu yang panjang. Jika yang dijunjung tinggi adalah bangkitnya ekonomi menuju keseimbangan secara alamiah, maka pemerintah tdak perlu melakukan upaya-upaya konspiratif. Biarkanlah terjadi pemulihan secara apa adanya. Kalau memilih seperti ini, maka berarti mengikut aliran klasik. Namun, bila yang diinginkannya adalah pemulihan jangka cepat, maka perlu dilakukan upaya konspiratif untuk membangkitkan libido, dengan cara menggunakan suplemen, yang ini memerlukan peran pemerintah untuk intervensi secara politik, peningkatan agresifitas, dan upaya-upaya lain, yang tinjauannya tentu kedirian, bukan sosial lagi. Ingat....Suplemen adalah untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Tidak peduli engkau kuat...yang penting aku kuat...itulah semboyan ekonomi yang didrive oleh suplemen. Tentu saja, suplemen yang digunakan harus teruji, sahih, quick respon, agar segera dapat membuka pasar dan penetrasi ke dalam pasar dapat dimulai lagi.

ditulis oleh:
Kang Pawie

Rabu, 23 Juli 2008

Moral Berekonomi

Keynes menulis buku yang terkenal, yaitu yang berjulul “The General Theory” dan beberapa essay. Di antaranya adalah Essay in Persuassion yang berjulul “ Economic Posibilities for our Grandchildren”. Kedua karya tulis itu berintikan pada masalah kemanusiaan. Menurutnya, manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia ini menuju kepada arah bahaya (dangerous human proclivities). Bahaya itu timbul, menurut pengamatannya, karena ditimbulkan oleh perilaku kerja manusia yang hampir sepenuhnya menghadapi berbagai bentuk dosa-dosa, seperti adanya kejahatan, kesembronoan, kekejaman, eksploitasi, dan lain-lain, yang semuanya timbul akibat adanya kepentingan individu yang berorientasi mengejar kekuasaan (personal power) dan bentuk-bentuk lain, melalui hegemoni kekuasaan, harta, pengaruh, dan lain-lain.
Akibat perilaku seperti itu, maka orang mempunyai kecurigaan yang tinggi sesama orang. Untuk mengatasi itu maka kepercayaan dialihkan kepada sebuah institusi atau lembaga yang dapat diakses oleh orang kebanyakan, seperti bank, asuransi, dan lain-lain. Kepercayaan terhadap lembaga keuangan menjadi tinggi, dikarenakan aktivitas manusia kebanyakan bergantung pada usaha bagaimana memenuhi keinginan untuk mencari uang.
Berdasar pada pendapatnya seperti itu, maka Keynes berkesimpulan bahwa dalam waktu 1 abad (100 tahun sejak pemikirannya itu), kapitalisme akan terhenti. Ia juga berpendapat bahwa tidak ada sistem lain yang dapat menggantikannya. Menurutnya gantinya yang paling tepat adalah munculnya negara demokrasi. Pendapat Keynes ini diikuti oleh Milton Friedman. Oleh karena itu Friedman menekankan perlunya mekanisme pasar (market mechanism), karena mekanisme pasar merupakan cerminan dari demokratisasi. Mekanisme pasar sendiri menurut Friedman bukanlah untuk melayani Tuhan tetapi untuk melayani kehendak-kehendak yang tidak terpuji agar menjadi lebih terpuji (to serve not God but the devil). Pendukung lainnya, Samuelson mengatakan bahwa moralitas dalam ekonomi dapat ditingkatkan melalui penetapan teknik yang baik dalam mendesain ekonomi.
Pendapat Samuelson ini senada dengan Kate Soper yang mengatakan:
satisfaction its permit to the ethical demand or justice and equity in the distribution of goods, as (much as) it has to do with the material gratification afforded by those goods”.

Teori Penilaian Keadilan: Heuristik Penilaian Keadilan

Ide teori ini berasal dari Alland Lind dan dikembangkan oleh Kees van Den Boss. Tujuan dari teori ini adalah mencari penilaian keadilan yang mudah diterapkan. Latar belakang munculnya teori ini adalah adanya pendapat atau kritikan terhadap teori perbandingan sosial yang menurutnya tidak siap diimplementasikan. Teori ini menekankan pada proses kognitif dalam menilai keadilan, yang dibagi ke dalam tiga tahapan kognisi, yaitu: tahapan pra pembentukan, tahapan pembentukan, dan tahapan pasca pembentukan. Pada tahapan pra pembentukan diawali dengan pertanyaan permasalahan tentang mengapa? Kapan? Dan sebagainya. Ini menunjukkan adanya kepedulian awal tentang keadilan, yang kemudian memunculkan berbagai hipotesis seperti adanya relasi sosial, positioning, serta kepastian jawaban. Tahap pembentukan telah melihat pada perlakuan yang diterima, yang terkait dengan pertanyaan tentang prosedur, dan distribusinya. Pertanyaan tentang prosedur mempertanyakan tentang kelompok ataukan bukan kelompok. Sedangkan untuk distributif mempertanyakan tentang inklusi ataukah eksklusi. Tahap pasca pembentukan lebih melihat pada tingkat kepedulian atas suatu problem keadilan.
Penilaian keadilan menggunakan proses kognitif mempunyai dua peran, yaitu ukuran relasi-relasi sosial dan pedoman interpretasi peristiwa berikutnya. Kedua-duanya merupakan keterkaitan antara penilaian keadilan yang bersifat prosedural dan disributif.

Teori Penilaian Keadilan: Preferensi Kognisi

Teori ini merupakan reaksi atas keadilan distributif. Teori ini lebih melihat pada simulasi mental dalam melihat peristiwa atau keadaan yang berbeda dengan yang dialami. Teori ini lebih menekankan pada bagaimana cara berfikirnya sehingga asumsinya adalah adanya proses analisis dengan kognisi yang dapat berbentuk simulasi heuristik, yaitu proses imaginatif tentang berbagai pencapaian. Proses ini memerlukan tiga tahapan, yaitu referensi hasil, justifikasi, serta peluang. Referensi hasil dapat berupa sesuatu yang telah nyata atau masih bersifat imaginatif. Justifikasi dapat dilihat dari kesesuaian, penerimaan secara moral, juga hubungan yang selaras antara dua hal. Peluang mencerminkan prognosa hasil. Ketiga hal ini disimpulkan menjadi output penilaian keadilan. Sesuatu dikatakan adil jika referensi hasilnya rendah, justifikasinya tinggi, dan peluangnya juga tinggi. Sementara sesuatu dikatakan tidak adil jika referensi hasilnya tinggi, namun jastifikasi ataupun peluangnya rendah.
Teori ini hanya menggambarkan deprivasi relatif sehingga tidak diakui sebagai penilaian keadilan.

Teori Penilaian Keadilan: (Teori) Atribusi

Teori ini menekankan pada adanya pemberian atribut kepada individu yang didasarkan pada faktor yang melatarbelakangi. Penilaiannya meliputi prosedur dan distribusi. Blockner dan Wiesenfeld berpendapat bahwa penilaian keadilan didasarkan pada atribusi hasil yang menentukan sesuai dan tidak sesuainya tindakan, dan atribusi pelaku yang menghasilkan sudut pandang internal atau eksternal seperti dalam menentukan sukses ataukah gagal. Atribusi perilaku ini didasarkan pada prosedur dan distribusi.
Penilaian keadilan distribusi lebih menekankan pada peran distribusi. Jika sesuai dengan harapan, maka sesuatu itu dikatakan adil, dan jika tidak sesuai dengan harapan maka sesuatu itu dikatakan tidak adil.

Teori Penilaian Keadilan: Perbandingan Sosial

Teori ini memaparkan keadilan dengan berbagai asumsi yang sekaligus merupakan persyaratan untuk dikatakan adil. Sesuatu dapat dikatakan adil jika setidaknya: 1) terdapat dua orang atau pihak yang saling sepakat, 2) jika sesuai dengan prinsip keadilan proporsional (equity theory). Teori ini menekankan kesamaan, seperti apa yang diperoleh sama dengan yang dikeluarkan, 3) sesuai dengan konteks sosial, sehingga outputnya berupa keadilan sosial, 4) dapat diperbandingkan, yang nantinya akan menjadi keadilan distributif, 5) ada pembanding dan ada yang dibandingkan. Penilaian ini akan membedakan antara fokus perbandingan dan unit perbandingan. Fokus perbandingan meliputi info subyektif dan info obyektif. Unit perbandingan meliputi peran personal, sosial, referensi, dan sejenisnya, 6) menunjukkan kesamaan, yang tekanannya pada unsur kognisi, afeksi, dan psikomotor.

Teori Keadilan Ross

Inti pemikiran teori keadilan Ross terletak pada pandangan konsistensi dalam, yang memprioritaskan pada nilai. Nilai sendiri menurut Ross harus dapat diramalkan, terjadi atas dasar keteraturan, adanya konsistensi dalam tingkah laku, dan adanya keteraturan obyektif. Diantara keempat keharusan tersebut, keteraturan obyektif dianggap sebagai pelawan dari kesewenang-wenangan subyektif. Jadi, konsep keadilan Ross menekankan adanya jaminan yang dapat diperhitungkan dalam hubungan kehidupan komunitas.
Pendekatan yang digunakan Ross mengedepankan pada aspek ilmiah. Ia menolak pemikiran yang bersifat metafisis, seperti moral, norma, ataupun hukum. Karena pendekatannya ilmiah, maka perlu adanya prinsip formal yang harus dipegang. Menurut Ross, keadilan adalah sebagai dasar hukum, oleh karena itu perlu aturan umum, yang berguna untuk mengidentifikasi baik ataupun buruk, juga sebagai pedoman untuk pencapaian tujuan. Penerapan aturan ini diyakini Ross sebagai cerminan dari efisiensi. Maka ia berpendapat “persamaan yang secara luas dihargai sebagai inti keadilan”. Teorinya ini dikenal dengan sebutan teori emotif.
Karena keadilan juga mencerminkan moral, maka terdapat prinsip yang dapat digunakan sebagai keadilan moral. Prinsip keadilan moral tetap memerlukan aturan dan rasionalitas, yang berujung pada formalisasi aturan. Formal ini setara dengan moral, legal, hak dan kewajiban, juga substansi. Formal lebih bersifat rasional, karena mencerminkan adanya kejelasan, konsistensi, dan pertalian yang semuanya konkrit. Sedangkan substansi bersifat emotif seperti rasa suka tidak suka, boleh tidak boleh, dan sebagainya yang semuanya bersifat abstrak.

Aspek moral mempunyai perkembangan yang mengarah pada tujuan, perluasan simpati, penjelasan kebutuhan yang progresif, juga pemahaman kewajiban dan norma itu sendiri. Perkembangan moral tersebut mutlak memerlukan aspek kognitif. Oleh karena itu unsur rasionalitas merupakan sesuatu yang mutlak.

Teori Keadilan Del Vecchio

Pemikiran Del Vecchio termasuk dalam idealisme filosofis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan epistemologis yang mendasarkan pada kesadaran diri sendiri seseorang akan berdampak pada kesadaran orang lain. Alasannya adalah, kesadaran seseorang adalah bersifat subyektif, dan seseorang tersebut disebut sebagai subyek. Karena dalam masyarakat terdiri banyak manusia yang masing-masing berperilaku sebagai subyek, maka terjadilah hubungan antar subyek. Munculnya hubungan antar subyek ini menghasilkan kewajiban bilateral, karena pada dasarya antar subyek tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda yang ternyata menimbulkan transaksi timbal balik. Di satu sisi manusia menuntut kewajibannya dan di sisi lain manusia wajib memenuhi tuntutan.
Hubungan antar pribadi yang terjadi semacam ini tidak sama dengan kesadaran murni. Hubungan antar pribadi ini yang lebih signifikan menimbulkan motif tindakan ataupun menuntut tindakan. Tidak kongruennya antara hubungan antar pribadi dan kesadaran murni ini maka keadilan hanya sebagian.

Jumat, 27 Juni 2008

Perlakuan Terhadap Selisih Biaya Taksiran

Di dalam akuntansi biaya terdapat bahasan tentang sistem biaya taksiran (estimated cost). Biaya taksiran merupakan salah satu bentuk biaya yang ditentukan di muka sebelum produksi dilakukan atau penyerahan jasa dilakukan. Biaya yang ditaksir meliputi seluruh biaya-biaya yan digunakan untuk menghitung harga pokok produk.
Taksiran, yang berarti prediktif, tentu saja mengandung potensi ketidaktepatan antara apa yang dianggarkan dengan apa yang riil. Ini yang disebut dengan selisih. Selisih ini tentu harus dilakukan perlakuan secara khusus sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi. Selisih antara biaya sesungguhnya dengan biaya taksiran dalam suatu periode akuntansi dapat diperlakukan sebagai berikut:
-ditutup ke rekening harga pokok penjualan atau rekening rugi laba
-dibagikan secara adil kepada produk selesai dalam periode yang bersangkutan, yaitu dibagikan
ke rekening produk jadi dan harga pokok penjualan
-dibagikan secara adil ke reening-rekening: persediaan barang dalam proses, persediaan
produk jadi, dan harga pokok penjualan
-membiarkan selisih-selisih tersebut tetap dalam rekening selisih, sehingga rekening ini
berfungsi sebagai deffered account. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan selisih-selisih
yang terjadi di antara periode akuntansi akan saling menutup (mengkompensasi).

Jumat, 06 Juni 2008

Pentingnya Akuntansi Biaya

Aktivitas pencatatan seluruh pengeluaran biaya tentu saja tidak terbatas pada pencatatan belaka, namun hasil dari pencatatan tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengukuran. Pengukuran biaya menjadi sangat penting karena berguna untuk menentukan harga jual suatu produk. Langkah ini mutlak dilakukan oleh perusahaan apapun, karena pada intinya seluruh aktivitas perusahaan adalah berujung pada pencarian laba.
Sebagaimana diketahui, bahwa laba hanya dapat diperoleh apabila total pendapatan (terutama dari penjualan) lebih besar dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. Apabila yang terjadi sebaliknya, biaya lebih besar dari pendapatan, maka yang terjadi adalah rugi. Untuk itu, maka biaya bagaimanapun perlu diukur, agar pengendalian biaya dapat dilakukan.

Pengertian Akuntansi Biaya

Pengertian Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya terdiri dari dua unsur kata, yaitu “Akuntansi” dan “biaya”. Untuk memahami pengertian dari Akuntansi Biaya, maka perlu terlebih dulu mengetahui arti dari kedua unsur kata tersebut. Akuntansi selama ini diartikan sebagai seni dan ilmu pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan penginterpretasian dari transaksi-transaksi keuangan. Dalam kaitan dengan Akuntansi Biaya, makna akuntansi ini sebagai pelaku, atau sesuatu yang melakukan aktivitas-aktivitas pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan penginterpretasian dari transaksi-transaksi keuangan. Biaya diartikan sebagai sejumlah harga dari sumberdaya ekonomi yang dikeluarkan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitan dengan Akuntansi Biaya, makna biaya di sini sebagai obyek yang dicatat, diringkas, dilaporkan, dan diinterpretasi.
Dengan pendefinisian akuntansi dan biaya di atas, maka Akuntansi Biaya dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan penginterpretasian dari transaksi-transaksi keuangan yang berkaitan dengan pengeluaran sejumlah harga dari sumberdaya ekonomi baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mencapai tujuan tertentu.

PENGANGGARAN PADA PERUSAHAAN


PENGANGGARAN PERUSAHAAN DALAM AKUNTANSI MANAJEMEN
Perusahaan didirikan berdasarkan prinsip going concern. Artinya, didirikan untuk jangka waktu yang selama-lamanya. Untuk mewujudkan itu memerlukan aktivitas managerial yang bersifat holistic. Semua sumber daya, proses operasional perusahaan, yang merupakan factor internal, perlu disinergikan dengan factor eksternal seperti pelanggan, sumber dari sumber daya, kebijakan dan lain sebagainya. Tujuannya adalah agar apa yang menjadi kebijakan suatu perusahaan dapat betul-betul berjalan sesuai dengan rencana.
Kebijakan suatu perusahaan sebenarnya masih berada pada tataran fungsi perencanaan (planning), dalam ilmu manajemen. Untuk mencapai tujuan akhirnya masih memerlukan fungsi pengorganisasian (organizing) berbagai sumber daya, penggerakaan proses operasionalnya (actuating), serta perlu pengendalian dan pengevaluasian tahapan-tahapan kegiatan serta penilaian pencapaian (controlling).
Kontinuitas operasional yang sudah merupakan prinsip dasar perusahaan ini memerlukan suatu langkah strategis yang disebut dengan penganggaran (budgeting). Karena penganggaran ini memerlukan adanya aplikasi dari fungsi-fungsi manajemen. Penganggaran ini sendiri merupakan abstraksi sekaligus cerminan dari rantai operasi perusahaan yang tahapannya meliputi: input, proses, output. Bahkan dalam penganggaran dapat diperluas lagi meliputi outcome, dampak, dan manfaat.
Untuk memperjelas alur dari proses penganggaran, dapat dilihat skema seperti di atas tadi:


Hal-hal yang perlu diperhatikan seorang manajer dalam Penganggaran:
Desain Proses Penganggaran:
a. Sifat dari penganggaran yang diharapkan:
- Keketatan dalam terget
- Keketatan dalam anggaran
b. Sifat dari keterlibatan dalam penganggaran:
- Partisipatif: bawahan dan atasan berkolaborasi
- Konsultatif: Atasan meminta pendapat bawahan
- Bayang-bayang Partisipatif: Bawahan mempercayai sepenuhnya atasan
Mempengaruhi proses penganggaran, melalui:
- budget game: mempengaruhi orangnya secara langsung
- budget slack: mempengaruhi orang melalui pendekatan kenyataan.
Menerapkan kontrol penganggaran:
- incremental budgeting
- zero based budgeting
- project funding

Periodisasi penganggaran:
- per periode (periodic budget)
- berkelanjutan (continual budget)
Menganalisis keberhasilan penganggaran:
- evaluasi keputusan
- analisis sensitivitas

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penganggaran:
-Perkiraan permintaan
-Perilaku kredit dan aturannya
-Rencana produksi
-Rencana kebijakan yang menyeluruh
-Rencana perkembangan pengeluaran
-Pemilihan tingkatan kapasitas:
- Fleksibilitas sumber daya
- sumber daya yang tersedia dengan aman
- penentuan jangka waktu: pendek, panjang
-Kemungkinan rencana produksi yang tidak dapat tertangani
-Menerjemahkan dengan baik rencana produksi
-Rencana keuanganMengetahui laporan keuangan

PERLUNYA REKONSTRUKSI FILSAFAT ILMU

Ilmu dimaknai oleh Orang Jawa sebagai ngelmu, angel yen durung ketemu. Tetapi kalau sudah ketemu, ia akan membuat sesuatu menjadi lebih mudah, hidup menjadi lebih berarti, bersifat lebih membahagiakan, mendongkrak kesejahteraan, dan sebagainya. Angel (kesulitannya) terletak pada proses mencarinya, yang membutuhkan banyak waktu, banyak enaga, banyak biaya, serta pengorbanan-pengorbanan lain. Meskipun memerlukan pengorbanan ekstra, ilmu seseorang ternyata bersinggungan dengan ilmu orang lain yang terkadang sejalan dan terkadang pula berhadapan secara diametral berebut kebenaran.
Kebenaran yang kita usahakan dicapai oleh ilmu yang kita dipelajari, ternyata masih bersifat anggapan saja. Bukan kebenaran secara absolute, itu kalau dilihat dari perspektif orang lain. Demikian juga kebenaran yang diklaim orang lain, belum tentu benar menurut kita. Semakin jelas bahwa perspektif kebenaran seseorang tidak absolut, tetapi relative. Kebenaran bersifat paradok.
Kalau kita perhatikan, semua manusia sebenarnya sedang dalam proses berebut dan menuju kebenaran absolut. Karena kebenaran yang absolute itu bersifat abstrak dan diliputi oleh atmosfir relativitas, maka orang menekuni ilmu untuk menemukan kebenaran itu. Amosfir relativitas yang membiaskan kebenaran ini mempengaruhi pola pikir dan persepsi seseorang dalam mengindikasikan ilmu. Persepsi sendiri sangat dipengaruhi oleh berbagai factor yang melatarbelakangi cara berfikirnya. Cara berfikir mempengaruhi cara bertindak, juga perkataan.
Di dunia ini, dalam mengartikan ilmu, kebanyakan telah terkotak dalam pendapat yang berdasar pada sifat-sifat objektif, realistis, verifikatif, dapat di pahami dan diterapkan oleh orang banyak, sehingga bersifat positivistik. Kondisi inilah yang menentuan sesuatu itu ilmiah, dan yang ilmiah itu adalah kebenaran.
Jika hal ini dipedomani, seperti yang selama ini terjadi, maka kebenaran sebenanya sudah terhilangkan sebagian. Kitab suci agama apapun menjelaskan bahwa ada hal yang bersifat gaib dan yang konkrit. Terus yang gaib, yang tidak dapat diindera oleh kebanyakan orang, tentu tidak mudah untuk diverifikasi. Apakah lantas dikatakan tidak ilmiah?
Sebenarnya pernyataan ini sudah mengulang-ulang dari perdebatan di jaman para nabi, para filosof, hingga sekarang ini terjadi. Kita tahu perdebatan antara Nuh dengan rakyatnya, Ibrahim dengan Namrud, Plato dengan Aristoteles, Kant dengan Descartes, bahkan Presiden dengan legislative, Ahmadiyah dengan FUI, dan sebagainya. Berebut kebenaran dari perspektif yang berbeda. Galileo korban dikotomis klaim keilmiahan.
Maka, mari kita perluas cakrawala kita, bahwa kebenaran itu tidak terbatas pada status kata “ilmiah” yang sebagin besar dimaknai seperti sekarang ini. Untuk itu, jinkan aku berbagi pengalaman spiritualku yang selama ini aku alami, dan ternyata ada kebenaran-kebenaran baru yang mungkin selama ini tidak pernah disangka-sangka oleh pembaca, atau bahkan orang lain.
Berbagai pengalaman itu misalnya (ini hanay sedikit contoh dari yang aku alami):
- Aku melihat objek yang sangat jauh, di Amerika misalnya, dapat saya lihat dari sini, hanya dengan mengektifkan mata hati. Saya dapat menggambarkan secara detil ruang-ruang dan isi yang ada di Gedung Putih. Semua ini tentunya karunia dan ijin Allah. Aku juga dapat mengindera bagaimana magma yang ada di dalam bumi. Suatu bukti, ketika Kelud diperkirakan akan meletus, Aku berkomunikasi dengan Gunung Kelud. Gunung kelud mengatakan kepadaku bahwa dia tidak akan meletus. Setelah aku deteksi ternyata ada selimut gaib yang ada di kawah Kelud. Letusan akan terjadi kalau selimut gaibnya tidak menghalangi. Di sisi lain, Kelud mengatakan kepadaku bahwa aku belum diperintahkan untuk meletus. Maka, itulah akhirnya muncul gunung baru di kawah kelud. Wallahu’alam bil showab.
- Aku mendeteksi penyakit kanker kelenjar Tiroid (pasienku sekarang tinggal di Tanjung Balai). Ia mengalami kanker tiroid yang akhirnya sembuh berkat resep yang aku berikan. Resep itu aku dapatkan dari komunikasi dengan kankernya itu. Kanker itu yang memberi tahu resepnya. Alhamdulillah akhirnya sembuh.
- Aku juga mendeteksi perempuan 55 tahun yang mengidap batu empedu. Ketika itu dia kesakitan dan datang padaku. Aku lihat dengan kekuatanku, dan aku menemukan bahwa ibu ini terkena batu empedu. Dia membenarkan tentang hal itu, dan akhirnya cerita bahwa sebenarnya akan dioperasi oleh dokter, hanya saja terkendala oleh gula darahnya yang ketika itu 320. Aku ajak komunikasi penyakitnya, dan akhirnya aku dapatkan resep, alkhamdulillah dalam jangka 3 minggu ibu itu batu empedunya hilang, gulanya turun menjadi 160. Sebenarnya banyak lagi yang dapat aku sembuhkan dengan metodologi seperti itu, seperti hepatitis, virus di paru-paru, dan sebagainya. Umumnya mereka setelah bosan dengan pengobatan secara medik.
- Alhamdulillah, aku juga diberikan Allah kemampuan untuk komunikasi dengan makhluk gaib. Sebagian dari pengalamanku telah aku tulis dalam blog ini, spiritual-pandrik.blogspot.com.

Itu sekedar cuplikan cerita tentang pengalamanku. Aku mengundang anda, yang benar-benar ingin tahu tentang hal itu, ataupun tentang kondisi kesehatan sendiri ataupun keluarga anda, silakan kontak kami. Info selengkapnya, kunjungi blog kami: spiritual-pandrik.blogspot.com.

Kesimpulan.

Jangan puas dengan ilmu yang ana punyai sekarang, apalagi mengklaimnya sebagai yang paling benar. Ada kebenaran pada orang-orang lain. Kebenaran Absolut hanyalah milik Tuhan, Allah swt.

(ditulis oleh: Argawi Kandito (Pandrik) bin Pawenang).

Senin, 26 Mei 2008

Teori Habitus dan Lingkungan (Pierre Bordieu)

Teori habitus dan lingkungan dilatarbelakangi keinginan untuk menanggulangi absurditas antara individu dan masyarakat, atau objektivisme dan subjektivisme. Sehingga menggabungkan teori: 1) fakta sosial (Durkheim), 2) strukturalisme (Saussure), 3) Strukturalisme (Levistrauss), 4) Strukturalisme (Marxis), ke dalam pandangan pengikut objektivisme, yang kemudian menghasilkan kritik terhadap teori-teori di atas.
Kritik-kritik terhadap ke empat teori di atas adalah: 1) terlalu menenkankan pada struktur objektive dan mengabaikan proses konstruksi sosial (social construction), 2) teori objektivisme mengabaikan keagenan dan agen. Kedua kritik ini terlontar karena Bordieu lebih menyukai tanpa mengabaikan agen seperti pemikiran strukturalis. Maka, pemikiran Bordieu mengarah pada aliran subjektivisme yang menerangkan pada bagaimana agen menerangkan, memikirkan, menggambarkan dunia sosial untuk mengkritik existensialisme (Sartre), fenomenologi (Schultz), interaksionisme simbolik (Blumer), etnometodologi (Garfinkel), yang telah mengilhaminya. Kritiknya juga dilandasi karena teori-teori tersebut terlalu mengabaikan struktur objektif. Kritik ini dikaitkan dengan subjektivismenya sendiri menghasilkan dialektika Bordieu.
Dialektika Bordieu diawali adanya dilema antara objektivisme dan subjektivisme yang mewujud dalam praktik. Dialektika ini dilabeli teori konstruktivisme strukturalis, strukturalisme konstruktivis, dan strukturalisme genetis. Ketiga label ini lebih mengarah pada strukturalis, namun berbeda dengan Saussure, Levistrauss, Marxis yang lebih cenderung perhatian pada bahasa dan kultur. Strukturalis Bordieu cenderung melihat objek bebas dari kesadaran keuangan agen, sehingga bersama Foucault disebut Post strukturalis.
Post strukturalis mengatakan bahwa asal-usul struktur mental aktor individual merupakan produk dari gabungan struktur sosial, yang tidak dapat dipisahkan dari asal-usul struktur sosial itu sendiri. Inilah yang ditolak oleh pengamat sosiologi mikro. Pemikiran post strukturalis ini menunjukkan adanya dialektika antara subjektivisme dan objektivisme yang kemudian menghasilkan konsep habitus (yang terdapat dalam pikiran aktor) dan lingkungan (di luar pikiran aktor).

Habitus
Habitus atau kebiasaan merupakan produk internalisasi struktur (dunia sosial) yang bisa berbeda-beda atau kolektif. Yang tidak pantas, disebut hysteresis.
Habitus didefinisikan sebagai sistem yang tertata dan meminta kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus menerus tertuju pada fungsi praktis (Walquant, 1989:42). Habitus sendiri terbagi dua, yaitu: habitus yang menghasilkan kehidupan sosial, yang disebut dengan struktur yang menstruktur (structuring structure) dan habitus yang dihasilkan kehidupan sosial atau struktur yang terstruktur (structured structure). Keduanya ini terdapat dialektika antara internalisasi dan eksternalisasi. Pertimbangannya adalah orang tidak bodoh, orang kadang rasional, orang bertindak dengan cara yang masuk akal, orang mempunyai perasaan untuk bertindak. Alasan ini yang kemudian menghasilkan logika tindakan. Jadi logika tindakan bersifat polythetic. Artinya, adanya kemampuan membenarkan secara simultan thesis/makna yang bertentangan secara membingungkan. Logika tindakan sendiri dapat diklasifikasi lagi menjadi logika praktis, logika formal, relasional, sehingga bukan merupakan struktur tetap, bersifat situasional, adaptable, dan bukan determinasi total.

Lingkungan (field)
Lingkungan merupakan jaringan hubungan antara posisis objektif di dalamnya, terlepas dari kesadaran dan kemauan individual. Contoh: ekonomi, keagamaan, kesenian, dan lain-lain.
Lingkungan dapat dianalisis dengan 3 langkah: 1) gambarkan kekuatan politik dan temukan hubungannya dengan lingkungan khusus, 2) gambarkan struktur objektif antar posisi, 3) menentukan ciri kebiasaan agen dalam posisinya. Ketiga langkah ini menurut Bordieu ditentukan oleh militer, dan kapital. Kapital atau modal terbagi lagi menjadi modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, modal simbolik yang semuanya dapat menimbulkan kekerasan atau kekerasan simbolik melalui pendidikan, kultural, dan lain-lain.

Antara habitus dan lingkungan saling memengaruhi. Sebagai contoh: tindakan seseorang dalam mengonsumsi barang, dari sisi habitus dipengaruhi oleh selera, yang dapat digolongkan ke dalam selera tinggi, sedang, rendah. Sementara dari sisi lingkungan dapat terbentuk kelas, kultur. Pertemuan antara sisi habitus dan lingkungan ini yang kemudian menghasilkan tindakan.
Tindakan ini terbentuk dalam jangka panjang (bukan jangka pendek dan retorika), menempa kesatuan kelas tanpa sengaja, dan habitus tertentu memperkuat afinitasnya dengan habitus lain yang disebut preferensi yang juga tergantung dengan lingkungan. Preferensi ini kemudian menentukan pasar. Jadi, pasar terbentuk melalui modal kultural dan modal ekonomi. Hanya saja modal kultural, menurut Bordieu, lebih dominan. Alasannya, orang mengejar kehormatan (distinction) melalui barang yang dikonsumsi. Apa yang dikonsumsi seperti minuman, rumah, mobil, pendidikan adalah apa yang dinilai lebih menguntungkan (preferensi). Pendapat Bordieu ini sesuai dengan pendapat Thorstein Veblen yang menyatakan bahwa kekuatan pendorong perilaku manusia adalah kehormatan, yang dapat menjadi eksis dalam ruang sosial. Maka muncul persepsi, klasifikasi, dan differensiasi.
Antar produk kultural dan selera terjadi dialektika yang saling memengaruhi. Selera memengaruhi produk kultural, demikian sebaliknya. Dialektika ini tepat sekali untuk memahami struktur lingkungan. Selera dapat berubah akibat adanya pertarungan kekuatan yang memengaruhi, yang secara dominan disimpulkan, berupa sistem kelas dan kultural yang berkaitan dengan habitus.

Dunia akademis merupakan hirarki sosial dan hirarki kultural yang didapatkan dari wewenang ilmiah dan kemasyarakatan intelektual. Hirarki kultural memunculkan hirarki disiplin akademis yang mewujud dalam sains, hukum, sosial yang meningkat. Hirarki disiplin akademis ini memerlukan waktu dan kapital untuk memperolehnya, sehingga menentukan hirarki sosial. Dalam praktiknya kemudian terjadi modal mengembangkan modal maka terjadi peningkatan hubungan sosial bukan hubungan intelektual.

Teori Habitus dan Lingkungan (Pierre Bordieu)

Teori habitus dan lingkungan dilatarbelakangi keinginan untuk menanggulangi absurditas antara individu dan masyarakat, atau objektivisme dan subjektivisme. Sehingga menggabungkan teori: 1) fakta sosial (Durkheim), 2) strukturalisme (Saussure), 3) Strukturalisme (Levistrauss), 4) Strukturalisme (Marxis), ke dalam pandangan pengikut objektivisme, yang kemudian menghasilkan kritik terhadap teori-teori di atas.
Kritik-kritik terhadap ke empat teori di atas adalah: 1) terlalu menenkankan pada struktur objektive dan mengabaikan proses konstruksi sosial (social construction), 2) teori objektivisme mengabaikan keagenan dan agen. Kedua kritik ini terlontar karena Bordieu lebih menyukai tanpa mengabaikan agen seperti pemikiran strukturalis. Maka, pemikiran Bordieu mengarah pada aliran subjektivisme yang menerangkan pada bagaimana agen menerangkan, memikirkan, menggambarkan dunia sosial untuk mengkritik existensialisme (Sartre), fenomenologi (Schultz), interaksionisme simbolik (Blumer), etnometodologi (Garfinkel), yang telah mengilhaminya. Kritiknya juga dilandasi karena teori-teori tersebut terlalu mengabaikan struktur objektif. Kritik ini dikaitkan dengan subjektivismenya sendiri menghasilkan dialektika Bordieu.
Dialektika Bordieu diawali adanya dilema antara objektivisme dan subjektivisme yang mewujud dalam praktik. Dialektika ini dilabeli teori konstruktivisme strukturalis, strukturalisme konstruktivis, dan strukturalisme genetis. Ketiga label ini lebih mengarah pada strukturalis, namun berbeda dengan Saussure, Levistrauss, Marxis yang lebih cenderung perhatian pada bahasa dan kultur. Strukturalis Bordieu cenderung melihat objek bebas dari kesadaran keuangan agen, sehingga bersama Foucault disebut Post strukturalis.
Post strukturalis mengatakan bahwa asal-usul struktur mental aktor individual merupakan produk dari gabungan struktur sosial, yang tidak dapat dipisahkan dari asal-usul struktur sosial itu sendiri. Inilah yang ditolak oleh pengamat sosiologi mikro. Pemikiran post strukturalis ini menunjukkan adanya dialektika antara subjektivisme dan objektivisme yang kemudian menghasilkan konsep habitus (yang terdapat dalam pikiran aktor) dan lingkungan (di luar pikiran aktor).

Habitus
Habitus atau kebiasaan merupakan produk internalisasi struktur (dunia sosial) yang bisa berbeda-beda atau kolektif. Yang tidak pantas, disebut hysteresis.
Habitus didefinisikan sebagai sistem yang tertata dan meminta kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus menerus tertuju pada fungsi praktis (Walquant, 1989:42). Habitus sendiri terbagi dua, yaitu: habitus yang menghasilkan kehidupan sosial, yang disebut dengan struktur yang menstruktur (structuring structure) dan habitus yang dihasilkan kehidupan sosial atau struktur yang terstruktur (structured structure). Keduanya ini terdapat dialektika antara internalisasi dan eksternalisasi. Pertimbangannya adalah orang tidak bodoh, orang kadang rasional, orang bertindak dengan cara yang masuk akal, orang mempunyai perasaan untuk bertindak. Alasan ini yang kemudian menghasilkan logika tindakan. Jadi logika tindakan bersifat polythetic. Artinya, adanya kemampuan membenarkan secara simultan thesis/makna yang bertentangan secara membingungkan. Logika tindakan sendiri dapat diklasifikasi lagi menjadi logika praktis, logika formal, relasional, sehingga bukan merupakan struktur tetap, bersifat situasional, adaptable, dan bukan determinasi total.

Lingkungan (field)
Lingkungan merupakan jaringan hubungan antara posisis objektif di dalamnya, terlepas dari kesadaran dan kemauan individual. Contoh: ekonomi, keagamaan, kesenian, dan lain-lain.
Lingkungan dapat dianalisis dengan 3 langkah: 1) gambarkan kekuatan politik dan temukan hubungannya dengan lingkungan khusus, 2) gambarkan struktur objektif antar posisi, 3) menentukan ciri kebiasaan agen dalam posisinya. Ketiga langkah ini menurut Bordieu ditentukan oleh militer, dan kapital. Kapital atau modal terbagi lagi menjadi modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, modal simbolik yang semuanya dapat menimbulkan kekerasan atau kekerasan simbolik melalui pendidikan, kultural, dan lain-lain.

Antara habitus dan lingkungan saling memengaruhi. Sebagai contoh: tindakan seseorang dalam mengonsumsi barang, dari sisi habitus dipengaruhi oleh selera, yang dapat digolongkan ke dalam selera tinggi, sedang, rendah. Sementara dari sisi lingkungan dapat terbentuk kelas, kultur. Pertemuan antara sisi habitus dan lingkungan ini yang kemudian menghasilkan tindakan.
Tindakan ini terbentuk dalam jangka panjang (bukan jangka pendek dan retorika), menempa kesatuan kelas tanpa sengaja, dan habitus tertentu memperkuat afinitasnya dengan habitus lain yang disebut preferensi yang juga tergantung dengan lingkungan. Preferensi ini kemudian menentukan pasar. Jadi, pasar terbentuk melalui modal kultural dan modal ekonomi. Hanya saja modal kultural, menurut Bordieu, lebih dominan. Alasannya, orang mengejar kehormatan (distinction) melalui barang yang dikonsumsi. Apa yang dikonsumsi seperti minuman, rumah, mobil, pendidikan adalah apa yang dinilai lebih menguntungkan (preferensi). Pendapat Bordieu ini sesuai dengan pendapat Thorstein Veblen yang menyatakan bahwa kekuatan pendorong perilaku manusia adalah kehormatan, yang dapat menjadi eksis dalam ruang sosial. Maka muncul persepsi, klasifikasi, dan differensiasi.
Antar produk kultural dan selera terjadi dialektika yang saling memengaruhi. Selera memengaruhi produk kultural, demikian sebaliknya. Dialektika ini tepat sekali untuk memahami struktur lingkungan. Selera dapat berubah akibat adanya pertarungan kekuatan yang memengaruhi, yang secara dominan disimpulkan, berupa sistem kelas dan kultural yang berkaitan dengan habitus.

Dunia akademis merupakan hirarki sosial dan hirarki kultural yang didapatkan dari wewenang ilmiah dan kemasyarakatan intelektual. Hirarki kultural memunculkan hirarki disiplin akademis yang mewujud dalam sains, hukum, sosial yang meningkat. Hirarki disiplin akademis ini memerlukan waktu dan kapital untuk memperolehnya, sehingga menentukan hirarki sosial. Dalam praktiknya kemudian terjadi modal mengembangkan modal maka terjadi peningkatan hubungan sosial bukan hubungan intelektual.

Teori Kultur dan Agensi (Archer (1988))

Teori kultur dan agensi ini mempelajari tentang hubungan antara keagenan dan kultur. Pusat perhatiannya terletak pada morphogenesis, yaitu proses pertukaran yang komplek tak hanya menimbulkan perubahan struktur dari sistem tetapi juga perluasan struktural. Perhatian morphogenesis terletak pada bagaimana struktur sosial memengaruhi interaksi sosial? Bagaimana kondisi kultural memengaruhi interaksi sosio kultural? Bagaimana kondisi sosio kultural menimbulkan perluasan kultural?
Teori kultur dan agensi dilatarbelakangi adanya: 1) hubungan logis antar komponen dalam sistem kultural, 2) sistem kultural mempunyai dampak sebab akibat terhadap sistem sosio kultural, 3) adanya hubungan sebab akibat antara individu dan kelompok dalam sosio kultural, 4) perubahan sosio kultural memperluas sistem kultural. Tujuan akhir dari teori kultur dan agensi adalah menyatakan analisis hubungan struktur, kultur, keagenan.

Teori Strukturasi (Structuration) Gidden

Inti dari teori strukturasi apa yang dikatakan Gidden berikut ini. Gidden mengatakan bahwa dalam sejarah dan sosial selalu ada hubungan antara tindakan dengan struktur. Manusia merupakan pembuat sejarah, tetapi ia tidak dapat membuat sejarah seenaknya. Semuanya terkait dengan keadaan.
Teori strukturasi dipengaruhi oleh teori interaksionisme simbolik yang berorientasi individual/agen, dan fungsionalisme struktur yang berorientasi masyarakat/struktur. Keduanya dirangkum dan diambil sarinya, yaitu praktik (interaksi) sosial yang berulang, yang berarti menghubungkan antara agen dan struktur. Praktik (interaksi) sosial yang berulang ini tidak tercipta melalui kesadaran, konstruksionalitas tentang realitas, dan struktur sosial, tetapi melalui dialektika antara ketiganya. Dialektika ini secara historis, processual, dinamis, menuju hermeneutika ganda melalui bahasa para sosiolog menerangkan apa yang mereka kerjakan dan bagaimana tindakannya.
Teori strukturisasi mempunyai elemen-elemen, yaitu: 1) rasionalisasi yang mewujud dalam upaya mencari perasaan aman dan efisiensi, 2) motivasi yang merupakan hasrat untuk mendorong tindakan, 3) kesadaran, yang terbagi menjadi dua, yaitu kesadaran diskursif yang melukiskan tindakan dalam kata-kata, dan kesadaran praktis yang merupakan realitas tanpa kata. Kesadaran praktis ini yang merupakan bagian terpenting dari teori strukturasi.
Teori strukturasi intinya menerangkan tentang apa kejadian yang dilakukan oleh seorang individu. Jika individu tidak bertindak maka tidak akan ada struktur. (No agen no struktur). Inti konsep teori strukturasi Gidden terletak pada: struktur, sistem sosial, dan dwi rangkap struktur. Struktur berupa aturan dan sumberdaya (termasuk fenomena sosial) yang inherent (bukan di luar sebagai kerangka) dan di luar ruang dan waktu. Sistem sosial adalah praktek sosial tetap yang kebanyakan sebagai konsekuensi dari tindakan manusia, meskipun terkadang tidak punya struktur, tetapi bisa memperlihatkan ciri struktur. Dwi rangkap struktur timbul dari adanya dialektika dan dualitas peran agen dan struktur. Jadi, teori strukturisasi memusatkan perhatian pada: 1) tatanan institusi sosial yang melintasi ruang dan waktu. Institusi sosial ini meliputi tatanan sosial, institusi politik, institusi ekonomi, institusi hukum, yang merupakan kumpulan praktik sosial. 2) perubahan institusi sosial melintasi ruang dan waktu, 3) cara kepemimpinan institusi dan campur tangannya, 4) pengaruh teman terhadap perilaku sosial.

Kritik terhadap teori Gidden:
Ian Craib menatakan bahwa Gidden terlalu berperhatian pada tindakan sosial, sehingga kurang kedalaman ontologis, dan gagal menerangkan struktuir sosial yang mendasari kehidupan sosial. Sintesis teorinya tidak bertautan secara pas. Kekurangan basis teori untuk membuat analisis kritis tentang masyarakat modern, sangat fragmentaris dan sukar untuk dipahami secara pasti.

group

  • groups.google.com/group/pangelmon-spiritualitas
  • pangelmon-spiritualitas@googlegroups.com

Bagaimana pendapat anda tentang tulisan ini

Salam Kenal

kunjungi pula blog http://spiritual-pandrik.blogspot.com/