Kontak Person

Phone: 08122624412

BANK
Acc. Bank Mandiri Surakarta No.138-00-0689319-7 a.n. Supawi Pawenang;
Acc. BPD Jateng Cab. Surakarta No.2-002-11942-5 a.n. Supawi Pawenang;

Minggu, 03 Januari 2010

"Tentang Diri Kita: Kesejatian alam jiwa."

Oleh: Supawi Pawenang, Pondok Pangelmon

Kehidupan manusia bersifat dinamis. Tak selamanya manusia mengalami masa bahagia. Suatu saat pasti mengalami ketidakbahagiaan, seperti takut, sedih, cemas, dan sebagainya. Keimanan pun begitu, pada saat tertentu bisa benar-benar menghamba dengan Tuhan sebenar-benarnya penghambaan, namun di suatu waktu penghambaan itu menjadi bias dan hambar, mungkin bahkan menjadi tak bermakna. Rejeki juga demikian, ada kalanya dalam posisi aman, suatu saat bisa dalam posisi yang mengkhawatirkan. Dinamika itu dinamakan zawaliyah, yaitu suatu kondisi yang senantiasa berubah (ketidakkonsistenan) selama manusia berada di 'aral Basariyah (alam kehidupan dunia) ini.

Ada beberapa hal yang menjadi peubah, yaitu alam yang melingkupi manusia itu sendiri. Alam-alam itu dapat diketahui melalui pendekatan spiritual. Adapun alam-alam tersebut adalah sebagai berikut:

Alam yang pertama adalah alam Rokhiyah, yaitu alam nyawa. Alam ini merupakan wahana hati ditambah dengan cahaya otak, yang terang tanpa sinar, ibarat samudera tanpa tepian, laksana arah tanpa kiblat. Jika didalami kesejatiannya, di tengahnya dapat ditemukan lima sinar (pancamaya) yang sangat terang. Asal sinar itu adalah dari jantung. Lima sinar ini merupakan wahana pengecoh yang mampu menggoda melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasa, dan juga perasaan. Daya godanya sangat tinggi. Ketika tak mampu menahan daya goda ini akan menyebabkan manusia bergeser dari kesejatiannya. Kondisi yang aman bagi manusia adalah memahami sifat goda, dan menebalkan kesabaran untuk tetap tak goyah menghadapi ajakan yang fatamorgana itu. Kesabaran ini yang mampu memunculkan konsistensi untuk tetap menjadi manusia dalam liputan kesucian.

Alam yang kedua adalah alam Siriyah, yaitu alam rahsa. Alam ini muncul setelah alam Rokhiyah. Sinarnya lebih terang dibanding sinar alam Rokhiyah. Pada alam ini kalau diperhatikan dengan seksama, dapat ditemui empat sinar yang saling melapisi, yaitu hitam, merah, kuning, putih. Keempat sinar ini sejatinya adalah empat perkara yang menunjukkan apa yang dirasakan oleh hati yang dalam.

Cahaya hitam ini menggambarkan nafsu lawwamah, yaitu menyebabkan timbulnya rasa lapar dan dahaga. Sejatinya adalah rasa akan penumpukan materi untuk kepentingan pribadinya sendiri. Ketika manusia sudah berada dalam putaran alam ini, sering mengalami kelupaan atau lupa. Maka, alam ini disebut sebagai alam Nasut yang berarti lupa. Simbol penjelmaan sinar ini adalah binatang yang berjalan nggremet, seperti semut, lipan, ulat, dan sebagainya, yang sukanya adalah mencari pakan. Oleh karena itu, pusat nafsu ini terefleksi berada di wilayah perut. Langkah terbaik untuk menjaga spiritualitas adalah dengan mengendalikannya agar tidak larut. Ingat akan kesejatian diri dan pertanggungjawaban diri sangat diperlukan, misalnya dengan puasa.

Cahaya merah menunjukkan nafsu amarah. Dominasi cahaya merah ini akan menyebabkan orang mudah marah, sifat angkara murkanya menyeruak, mudah panas hati, marah tanpa sebab, dan sebagainya. Cahaya merah ini kalau diperhatikan melalui mata batin dengan teliti dan sungguh-sungguh dapat terlihat bentuknya menjadi nyala api yang menjilat-jilat atau wajah setan yang menyeramkan. Sinar ini mempengaruhi kegusaran, maka dinamakan pula sebagai alam Jabarut. Sumber sinar ini berasal dari empedu. Karena secara hakikat ataupun medis, empedu dapat dikatakan sebagai sisi kotor dari hati. Sinar ini akan menyala dan mendominasi perilaku tatkala cerapan panca indera tak dapat diendapkan dengan kesabaran.

Cahaya Kuning menunjukkan nafsu Sufiyah. Nafsu ini memicu timbulnya keinginan yang berlebih-lebihan yang sulit dikendalikan. Dominasi ini mengakibatkan sifat loba, tamak, murka materi, serta susah mengendalikan sifat-sifat hedonis. Nafsu ini menyebabkan kerenggangan daya ikat iman, oleh karena itu disebut pula sebagai alam Lahut. Dampaknya menyebar ke seluruh tubuh, dan bersumber pada limpa. Nafsu ini juga merupakan gabungan antara nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Nafsu sufiyah timbul karena limpa sebagai pengatur keseimbangan jasmani dan rohani kurang berfungsi dengan baik. Penyebab ketidakseimbangan dikarenakan adanya pengaruh cerapan indera mata diserap mentah dan kasar tanpa diselaraskan dengan iman. Nafsu ini disimbolkan dengan binatang yang berterbangan. Penyimbolan ini selain menunjukkan adanya ketidakjenakan penyandangnya, kekurangtawakalan, serta kekurangmenerimaan apa yang didapatkan, juga karena pengamatan yang mendalam atas cahaya ini sering kali menemukan perubahan menjadi binatang terbang, seperti burung, bebek, belibis, dan sebagainya. Inilah perlunya memperkuat diri agar tiak larut ke dalam ahaya ini. Cahaya kuning ini biasanya muncul setelah cahaya merah tersibak.

Cahaya putih timbul setelah cahaya kuning enyah. Cahaya putih ini menggambarkan nafsu Mutmainah, suatu nafsu yang menimbulkan keinginan untuk selalu dipuja-puji, suka mengatur, gila kehormatan, sifat riya'. Ketika cahaya putih ini mendominasi, keinginan untuk melakukan kebaikan-kebaikan dengan segala pamrih-pamrihnya, bahkan umumya dapat dikatakan perilakunya berlebih-lebihan. Pelakunya cenderung memposisikan diri sebagai ratu pengatur, ratu pelaku, tak mau merasa dikalahkan posisinya, maka nafsu ini disebut pula sebagai Alam Malakut yang berarti alam keraton. Nafsu Mutmainah ini berbeda dengan Nafsu al-Mutmainah yang digambarkan di dalam kitab suci al-Qur'an. Nafsu al-Mutmainah di dalam al-Qur'an menunjukkan jiwa suci yang berorientas kembali kepada Tuhan, sedangkan Nafsu Mutmainah yang digambarkan di sini lebih berorientasi penghormatan kemanusiaan. Oleh karena itu, Nafsu Mutmainah ini digambarkan sebagai tulang, yang lapisan kuat yang berwarna putih itu hanya tampak di luar sedangkan di dalamnya kopong. (Nafsu al-Mutmainah dalam al-Qur'an—jika dikaikan dengan hal ini—lebih cocok digambarkan sebagai sum-sum yang bersifat fital merangkum syaraf-syaraf tubuh dan memberikan kekuatan, karena berorientasi kepada Tuhan). Dari pengaruh sisi luar, cahaya ini datang melalui cerapan hidung yang hanya menginginkan wewangian, keharuman, dan aroma-aroma yang menyenangkan saja, dan enggan menerima cerapan bau tak sedap. Nafsu ini disimbolkan sebagai ikan, karena semakin besar ikan kecenderungannya memakan ikan yang lebih kecil. Semakin besar ikan semakin tak dapat dinikmati dan berkecenderungan mengancam jiwa yang lain. Maka perlu pertahanan untuk tidak larut dalam alam seperti ini.

Berbagai warna cahaya yang hanya bisa tampak melalui indera batin ini menunjukkan bahwa sebagai manusia hendaknya berada dalam cahaya pribadi manusia, yang terang tanpa sinar. Bukan larut dalam bias keindahan warna-warna.

Alam ketiga adalah alam Nuriyah, yaitu alam cahaya yang terangnya melebihi alam-alam sebelumnya. Setelah meninggalkan alam Siriyah dan memasuki alam Nuriyah, akan didapati beberapa lapis warna yang dimulai dari warna hitam, merah, kuning, putih, hijau, yang kelihatan begitu indah. Keindahan sinar ini merupakan wahana dari panca indera ditambah pemahaman yang dimiliki. Alam Nuriyah ini disebut pula sebagai Alam Hidayat yang artinya petunjuk, yang berfungsi untuk menunjukkan kesejatian kebenaran. Petunjuk akan berfungsi ketika kita teguh dalam kesejatian alam Nuriyah ini, tidak larut memilih lima warna yang tampak indah itu. Warna hitam, Merah, Kuning, Putih, mempunyai arti yang sama dengan apa yang dijelaskan dalam alam kedua. Warna hijau menunjukkan simbol tumbuh-tumbuhan. Simbol dari warna hijau ini menunjukkan keengganan untuk berusaha. Inginnya hanya berada dalam satu tempat dan satu kondisi tetapi tetap hidup, meski hidupnya harus dibantu pihak lain. Larut dalam cahaya ini menunjukkan kebermaknaan jati diri manusia telah terkikis.

Alam Keempat adalah masih termasuk alam Nuriyah. Alam ini hanya lapisan dalam alam Nuriyah yang akan tampak ketika diamati secara mendalam. Melalui pengamatan itu akan didapatkan sebuah sinar yang terang yang bila diamati terus akan terdapat delapan lapis warna indah, yaitu warna hitam, merah, kuning, putih, hijau, biru, ungu, dan pucat. Warna-warna ini merupakan pancaran pengetahuan dan jiwa. Pancaran pengetahuan ini disebut sebagai Alam Iskat yang berarti birahi. Pancaran alam ini menyebabkan kerinduan akan keindahan, kedamaian dan kebahagiaan sebagaimana ilustrasi surga. Namun surga yang dirindukan ini masih terbatas pada ilusi. Peran jin begitu nyata di alam ini. Maka, janganlah larut dan memilih keindahan di alam ini. Tetaplah menjadi diri pribadi, perkuat keteguhan untuk menegaskan pencarian kebenaran. Sekali larut dalam alam ini, akan sangat sulit untuk mencapai tahapan alam berikutnya, yaitu alam uluhiyah.

Alam kelima muncul setelah mampu melampaui alam Nuriyah ini. Alam kelima ini adalah alam Uluhiyah. Alam yang mempunyai sinar lebih terang dibanding alam sebelumnya. Alam ini merupakan alam tempat para waskita, yang luasnya melipui alam kecil dan alam besar. Ketika memasuki alam ini besar kemungkinan untuk ditemui oleh suksma para leluhur laki maupun perempuan, juga para malaekat yang mengakui utusan Tuhan. Meskipun begitu, takperlu mengimani kebenaran informasi dari alam ini, karena sejatinya iu masih af'al suksma pribadi diri sendiri. Perlu kewaspadaan dalam alam ini, dan perlu cermat mengamati seberkas cahaya terang yang ada di alam ini. Karena di berkas sinar itu adalah alam keenam.

Alam keenam masih merupakan isi alam Uluhiyah. Sinarnya lebih terang dibanding alam kelima tadi. Di alam ini bisa dijumpai sesosok makhluk indah yang tak ketahuan jenis kelaminnya. Ia tidak laki-laki dan tak pula perempuan. Alam ini adalah alam kelanggengan, yaitu alam peristirahatan suksma yang penempatannya berdasar atma atau perilaku yang dibuat di dunia. Sosok bidadari yang cantik juga ada di dalam alam ini. Namun perlu diketahui, jangan terlalu larut dalam alam ini, karena pengaruh af'al rahsa pribadi kita masih kuat. Untuk mendapatkan dalamnya makna, maka teruslah melakukan pendalaman hingga alam ketujuh.

Alam ketujuh ini juga merupakan alam Uluhiyah (Avatar), yang teramat sangat terang dengan nuansa yang damai dan keindahannya tak mampu digambarkan. Di alam ini hening, tak tampak apa-apa. Cahaya tak menampakkan bayangan. Disinilah atma sejati berada. Alam ini nir waku, nir ruang, nir rasa, nir rupa, nir suara dan ganda (bau), yang ada hanya kewaluyaan. Alam ini alam kesempurnaan, yang menunjukkan hidup tanpa nyawa. Kesempurnaannya melampaui dan merambati daya nalar, Kewaskitaan muncul tanpa sebab. Kesempurnaannya melampaui hidup di alam kecil (saghir) dan alam besar (kabir), langgeng di dalam keberadaan. Memirsa tanpa netra, Waskita tanpa mengetahui sebelumnya, Mendengar tanpa pendengaran, mencium tanpa hidung, berbicara tanpa lisan, Tak ada kesamaran atas gaib-gaib, serta selalu ingat mula-tengah-akhir kehidupan. Tak ada keraguan atas informasi di alam ini. Alam ini dingini oleh semua orang untuk mencapainya. Namun demikian, sifat kemanusiaan menghendaki melangkah kealam berikutnya, yaitu alam Kholifiyyah.

Alam kholifiyah ini adalah alam kesejatian manusia untuk menunjukkan kemanusiaannya. Menjalankan perintah Tuhan, berbaik dengan sesama manusia, peduli dengan lingkungan dan alam, serta mensyukuri kehidupan dengan segala atributnya, serta senantiasa berdo'a untuk mampu melakukan pendakian spiritual mencapai tingkat tertinggi.

Wallohu'alam bishowab.

Perihal pendakian spiritual, ikuti tulisan berikutnya yang berjudul:
"Tentang Diri Kita: Siasat Mengenali Kesejatiannya"

"TENTANG DIRI KITA: Pandangan Para filosof"

Oleh: Supawi Pawenang; Pondok Pangelmon Pawenang.

"The heart has its reason which the reason does not understand". Begitulah komentar Pascal yang menegaskan bahwa hati mempunyai akal-akal yang tidak difahami akal. Hati (coeur/heart) lebih unggul dibanding rasio (raison). Hati menghasilkan pengetahuan dan cinta yang mampu mengenali kebenaran tertinggi (Tuhan), dan rasio menghasilkan pengetahuan yang dingin dalam IPA dan Matematika. Komentar Pascal ini timbul sebagai kritik atas Descartes yang menyarankan filsafat agar meniru matematika dalam berlogika, padahal menurut Pascal matematika bukanlah metode filsafat.

Pendapat Descartes ini ada kesamaan dengan Stoisisme yang berpendapat bahwa “jagad raya dikuasai oleh logos (rasio), maka kejadian berlangsung menurut ketetapan). Ini sejalan dengan pikiran Pythagoras yang menurutnya semua yang ada di semesta ini dapat diterangkan atas dasar bilangan-bilangan. Karena, manusia punya rasio yang sanggup mengenal orde universal jagad raya. Manusia bisa mencapai bahagia jika bertindak berdasar rasio”. Hanya saja pendapat Stoisisme ini diberi syarat oleh Augustinus yang mengatakan bahwa rasio insani bisa menemukan kebenaran yang tak terubahkan kalau bisa mencapai rasio ilahi. Rasio Ilahi ini tinggal di batin manusia dan menerangi roh manusiawi. Pandangan Agusinus ini disebut dengan Iluminasi.

Iluminasi itu sendiri menurut Ibnu Sina merupakan salah satu cara untuk mengenal Tuhan. Begitu pula pendapat Enneadeis yang bercorak Neoplatonis mempertegas bahwa untuk mengetahui kesejatian diri dapat dilakukan dengan konsep dari bawah ke atas (bottom up) melalui tiga cara, yaitu: pensucian (melepaskan diri dari pengaruh materi), penerangan atau iluminasi (pengetahuan idea akal budi), dan ekstasis (penyatuan dengan Tuhan melalui segala pengetahuan).

Pendapat Stoisisme dan Descartes ini ada pertalian kesamaan dengan pendapat Aristoteles yang termaktub dalam Teori Bentuk Materi yang menyatakan bahwa setiap jasmani terdiri dari bentuk (morphe, yaitu prinsip yang menentukan) dan materi (yang bersifat terbuka dan tidak menentukan). Bentuk dan materi yang tergabung ini dapat ditangkap dengan rasio. Teori ini terkenal juga dengan sebutan Hylemorphisme.
Manusia terdiri dari substansi (bentuk, jiwa) dan materi. Kedua unsur ini menyatu pada manusia hidup. Jika manusia mati, baik materi ataupun jiwa akan hancur. Teori ini sendiri ada dasarnya adalah mengkritik Plato tentang ide-ide. Menurutnya, manusia adalah yang konkret yang terlihat. Tidak ada ide yang melekat tentang manusia. Arah pendapat ini adalah ilmu pengetahuan yang bersifat empirik berdasar pada ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh bukti dan data konkret, bukan data bersifat metafisis.

Baik Aristoteles maupun gurunya, yaiu Plato, sama-sama tergolong berpaham dualisme. Hanya saja dualisme Plato dituangkan dalam pendapatnya bahwa manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Sebelum terkurung dalam tubuh, jiwa telah berada dan memuat ide-ide. Ide-ide akan muncul ketika pengaruh jasmani terlepaskan. Maka, untuk memandang dunia ideal harus melepaskan diri dari dunia jasmani. Menurut Plato, kebanyakan manusia hanya terbelenggu oleh indera. (Ibarat orang tahanan di dalam gua yang sebelumnya pernah melihat apa-apa. Ketika ada bayangan masuk dalam gua, bayangan yang dilihatnya ini dianggap sebagai realitas. Ketika ia bisa keluar dan melihat fenomena luar, maka berangsur-angsur pemahamannya meyakini bahwa ini baru realitas, yang dilihat di gua itu bukan realitas).

Plato mengingatkan bahwa realitas terbagi atas dua dunia, yaitu dunia yang terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka bagi indera. Dunia yang terbuka bagi rasio bersifat ide-ide. Ide ini merupakan obyek bagi rasio. Satu ide terdapat dalam beragam jenis materi yang sebutannya sama. Dunia yang terbuka bagi indera bersifat materi dan jasmaniah. Plato mengkritik orang yang terlalu percaya indera, karena penginderaan berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan orang senantiasa mengalami peningkatan. Yang semula bayang-bayang dianggap realitas, suatu saat setelah mendapat pencerahan akan mengetahui bahwa bayang-bayang itu ternyata bukan realitas. Orang yang tercerahkan akan mengajak orang lain untuk memahami realitas.

Pandangan alam idea Plato ini bercorak metafisis. Panangan ini ditolak oleh Aristoteles namun mempunyai kesamaan dengan Parmenides. Hanya saja antara Plato dan Parmenides ada perbedaan. Parmenides lebih bercorak monisme dengan berpendapat bahwa yang ada sejauh ada (being as being, being as such), yang ada ada yang tidak ada tidak ada. Di semesta ini yang ada adalah ada. segala-galanya adalah satu yang tidak dapat dibagi-bagi. Pendapat Parmenides ini mempunyai kesamaan dengan pendapat Ibn Rush yang bercorak monopsikisme (ajaran mengenai satu jiwa): jiwa perorangan yang bersifat baqa itu tidak ada, kebebasan dan pertanggung jawaban pribadi juga tidak benar. Kedua pendapat ini hasil dari mengkritik Aristoteles yang mengklasifikasikan akal pasif dan akal aktif. Menurut Rush akal itu tunggal.
Menurut Rush, dunia berada dari kekal. Hanya ada satu jiwa bagi seluruh manusia (monopsikisme). Allah penyebab segala hal (qadim), Allah tidak menyelenggarakan dunia fana.

Pendapat Parmenides ini sendiri berbeda dengan Herakleitos, dan juga dikritik oleh Demokritos. Herakleitos berpendapat bahwa asas pertama adalah api. Baginya api adalah simbol dari perubahan (contoh: kayu menjadi debu). Di Bumi ini semua dalam proses menjadi (pantha rhei: semua berproses mengalir). Sedang menurut Demokritos sesuatu terdiri dari atom-atom yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat berubah menjadi yang lain. Atom-atom senantiasa bergerak membentuk realitas yang nampak indera.

Pendapat-pendapat di atas, terlepas dari kesetujuan ataupun ketidaksetujuan, menunjukkan bahwa ada wacana tentang phisik ataupun metafisik yang melingkupi kesejatian diri manusia. Adanya perbedaan pandangan ini mempertegas suatu kondisi bahwa hal itu layak untuk dibuktikan kebenarannya. Terutama kebenaran secara metafisik atas kedirian manusia. Hal lain yang perlu dibuktikan adalah tentang kemungkinan manusia mencapai kebahagiaan ataupun mengetahui tentang peran Tuhan dalam kehidupan. Karena, berbagai pandangan filosof terdahulu, seperti mazhab skeptisisme berpendapat bahwa manusia tidak akan mampu mencapai bahagia, dan Epikuiranisme berpendapat bahwa Dewa-dewa tidak mempengaruhi dunia. Manusia bisa mencapai bahagia jika tidak takut akan dewa-dewa, dan bisa menggunakan kehendak bebas dengan mencapai kesenangan sebanyak mungkin, dan tetap membatasi kesenangan agar ada keseimbangan dengan batin.

Pendapat Epikurianisme ini bertolak belakang dengan pendapat Thomas Aquinas yang mengatakan bahwa Rasio tidak mampu mengenal Allah, maka tidak bisa ditinjau secara ontologis Menurutnya ada 5 jalan untuk membuktikan peran Tuhan, yaitu adanya gerak dan perubah dalam jasmani, setiap gerak punya penyebab, setiap sebab punya sebab utama, sebab utama tidak digerakkan, sebab utama ini adalah Allah. Penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan berdasar pada konsep partisipasi. Tuhan berkehendak dari ketiadaan (ex nihilo), yang tidak diadakan dari bahan dasar dan tidak terbatas pada satu saat saja. Pendapat Thomas Aquinas ini tentu akan terbantahkan oleh pernyataan Ibn Rush yang berpendapat bahwa jika Tuhan itu Qadim, maka ketiadaan itu tidak ada. Jika ada penciptaan yang berasal dari ketiadaan, maka Tuhan itu tidak Qadim.

Pendapat Ibn Rush seakan mendapat penguatan ketika Spinosa berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Seluruh yang ada di semesta ini adalah substansi Tuhan. Pendapat Spinosa itu dijuluki sebagai Panteisme: Tuhan menjelma dalam semua bentuk. Namun mendapat pelemahan ketika dibandingkan dengan pendapat Leibniz yang mengatakan bahwa banyak substansi, jumlahnya tak terhingga. Substansi ini disebut sebagai Monade. Monade tidak bersifat jasmaniah dan tidak dapat dibagi-bagi. Materi terdiri dari banyak monade. Monade bersifat tertutup untuk monade itu sendiri.
Setiap monade mencerminkan monade yang lain sehingga muncul realitas seluruhnya. Monade bersifat aktif, yang aktivitasnya mengenal dan menghendaki. Hanya monade jiwa yang mampu mencapai kesadaran (cogito). Jiwa hanya satu monade namun tubuh banyak monade. Dua jenis monade ini diharmonisasi oleh Tuhan (harmonie pretablie) sehingga memunculkan aksi-reaksi.

Barkeley tidak setuju dengan pendapat Leibniz. Menurutnya, yang tertuang dalam teori immaterialisme, Tidak ada substansi materiil. Yang ada hanya ciri yang diamati dan pengalaman ruhani saja. Istilahnya: Esse est Percipi. Sesuatu adalah yang dipersepsi. Pendapat Barkeley ini dilanjutkan oleh Hume yang bercorak skeptis dengan mengatakan "karena semua hanya persepsi, maka keilmuan tidak bisa dicapai hingga dasar". Pendapat Hume ini didasari pengalaman (emperia) selama ini, bahwa basis dasar keilmuan adalah pengalaman, yang instrumennya hanya ditekankan pada penangkapan indera. Dalam konsep ilmu pengetahuan berbasis emperia mengakui pengalaman lahiriah maupun batiniah, hanya instrumennya ditekankan pada indera.

Pengakuan Hume tentang perlunya pengalaman batiniah dipertimabangkan dalam keilmuan, menunjukkan adanya kesamaan pandangan dualisme Plato, juga hylemorphisme Aristoteles yang diperdalam oleh Thomas Aquinas. Plato mengatakan manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Aristoteles mengatakan jasmani terdiri dari materi dan bentuk. Menurut Aquinas, itu bukan benda tetapi prinsip metafisis yang bersifat individuasi. Thomas menambahkan bahwa Hylemorph adalah esensi (hakikat) yang menunjuk apanya sesuatu (what is), dan eksistensi (adanya) yang menunjukkan adanya sesuatu (that it is). Kedua hal ini berlaku bagi makhluk yang bersifat majemuk, seperti malaikat ataupun manusia.

Pendapat Thomas Aquinas tentang manusia dapat disimpulkan sebagai berikut: manusia adalah suatu substansi. Jiwa bukan substansi yang lengkap. Jiwa adalah yang menjiwai materi, tetapi bisa lebih luas dari badan, karena berkehendak dan berfikir. Berkehendak dan berfikir merupakan aktivitas rohani, maka jiwa adalah rohani, yang setelah mati jiwa tetap hidup dan jiwa bersifat baqa. Pandangan Thomas Aquinas ini banyak kesamaannya dengan konsep manusia dalam Islam, yang mengakui bahwa Manusia mempunyai sisi rohaniah. Rohani atau jiwa ini akan tetap langgeng di alam setela kematian untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya selama di dunia.

Meskipun begitu pentingnya sisi rohani bagi manusia, namun pengkajian tentang rohani belum mendapat perhatian yang memadai. Terutama tentang apa sejatinya rohani? Bagaimana struktur rohani bekerja? Bagaimana cara memahami rohani? Dan sebagainya.

Tentang jawaban atas pertanyan-pertanyaan ini, nantikan tulisan berikutnya dengan judul: "Tentang Diri Kita: Kesejatian alam jiwa."

group

  • groups.google.com/group/pangelmon-spiritualitas
  • pangelmon-spiritualitas@googlegroups.com

Bagaimana pendapat anda tentang tulisan ini

Salam Kenal

kunjungi pula blog http://spiritual-pandrik.blogspot.com/