Akhir Minggu ketiga bulan Oktober 2008, rakyat Indonesia yang memerhatikan pergerakan ekonomi makro mungkin tercengang, dan sedikit agak khawatir, terutama para pengusaha yang sedang membutuhkan US dollar untuk pembayaran. Karena, rupiah terdepresiasi menjadi Rp.10.010,00 per 1 USD. Mungkin baru sekitar tiga tahunan terakhir merasakan nilai tukar rupiah (NTR) stabil, tetapi kini fluktuasi lagi. Periode-periode sebelumnya juga sering kali begitu, terutama menjelang keruntuhan rezim Orde Baru (1997-hingga 2005). Gejolak sep0erti ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja. Negara-negara lain juga begitu. Tidak hanya negeri miskin, negeri berkembang, negeri majupun begitu. Lihat saja akhir-akhir ini, Amerika Serikatpun mengalami keterpurukan nilai tukar, bahkan krisis finansial. Dampaknya meluas, tidak hanya menjangkiti negeri itu saja, tetapi negeri-negeri seberang yang berhubungan langsung dengannya ataupun yang tidak langsung, semua merasakan dampak krisis keuangan ini. Uang semakin sulit dipegang oleh rakyat, ekonomipun perlahan mengalami perlambatan.
Kejadian krisis seperti itu akan terus terjadi. Kebanyakan faktor penyebabnya adalah alamiah adanya konjungsi dari globalisme ekonomi, bukan faktor konspirasi. Faktor konspirasi memang sering kali dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu, dengan tujuan mencapai keuntungan kelompoknya, baik itu oleh kelompok dalam arti pemerintahan suatu negara, fund manager, maupun lembaga-lembaga lain. Tetapi krisis finansial dunia saat ini adalah murni faktor alamiah.
Ini adalah sifat dari globalisme ekonomi yang konsekuensinya adalah adanya suatu korban dalam setiap siklus ekonomi. Siklus ekonomi sendiri makin lama makin semakin pendek. Artinya korban pun akan semakin sering dan semakin banyak, juga semakin parah. Kalau dilihat dari ukuran krisis yang pernah ada di Amerika, mungkin ini disepadankan dengan great depression tahun 1929-1930an. Tetapi kalau ukurannya adalah negara-negara berkembang atau negara-negara di luar Amerika, ya tentunya banyak kesepadanannya. Ada krisis Amerika Latin berpusat di Mexico, Asia Tenggara berpusat di Indonesia, Eropa di Itali, Afrika hampir disemua negara. Sebenarnya di Amnerika Serikat sendiri, krisis-krisis keuangan yang scopenya lebih kecil dibanding saat ini juga banyak. Seperti krisis ekonomi yang kemudian memunculkan sepak terjang politik AS di negara-negara lain. Misalnya, penyerangan ke Vietnam, Afganistan, Irak, dan sebagainya. Agresifitas AS itu tidak dapat dilepaskan dari krisis ekonomi yang dialaminya.
Perilaku agresif seperti itu, sebenarnya adalah upaya membuka pasar baru, mendapatkan sumber energi baru, wilayah kaptive baru, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melancarkan kembali tumpukan-tumpukan ekonomi yang tak tersalurkan, karena kelebihan pasokan. Supaya kelihatannya tidak negatif, maka bungkusnya harus positif, seperti keadilan, keamanan, dan sebagainya.
Kondisi ini akan terus berulang apabila tetap memakai sistem seperti ini. Ini murni bawaan sistem perekonomian yang berlaku di dunia ini, yang saya lebih suka menyebutnya dengan sistem ekonomi yang bersifat ejakulatif. Kata ini sepertinya yang tepat menurut saya, karena ada berbagai alasan, seperti:
1) sistem ekonomi sekarang ini dibangkitkan oleh libido materi yang harus dipenuhi dengan perilaku konsumsi yang terus eskalatif dan harus terus diimbangi dengan produktifitas dengan perilaku yang sama. Pada alasan ini, tidak ada istilah istirahat atau bersantai-santai. Karena sifatnya yang bersifat menyegera (nafsu) maka inilah libido.
2) ketahanan ekonomi hanya terjadi ketika libido konsumsi dan libido produksi seimbang. Ketika kedua libido ini seimbang, maka hasrat untuk penetrasi pasar akan membesar pula. Ketika telah terjadi penetrasi pasar dengan maksimal, maka segala aktivitas ekonomi dengan sumbangan seluruh sumbernya akan menggambarkan kondisi yang paling maksimal. Kondisi itu berada dalam keadaan yang menyejahterakan, yang membanggakan, serta kondisi yang penuh kenikmatan. Pada saat itu, libido akan semakin meningkat dan semakin tidak ada ruang lagi yang mampu mengimbangi dahsyatnya libido itu. semua energi yang ada akan tercurahkan semua, semua jenis upaya penahanan hasrat bobol, seluruh energi tercurahkan... dan itu yang disebut dengan ejakulasi, economic ejakulatif. Setelah ekonomi mengalami ejakulasi, maka energi ekonomi secara perlahan akan mengalami kelemahan dan gerakannya menjadi turun drastis perlahan, hingga terjadi stagnasi ekonomi. Saat itu seluruh energi menghilang...tidak ada daya lagi untuk membangkitkan gerakan ekonomi selayaknya ketika saat libido. semua menjadi lemas...energi tak segera bangkit...aktivitas tidak ada lagi...ia akan membangkit menjadi libido lagi jika telah terjadei keseimbangan baru dengan energi baru, dan ketika semua variabel mendukungnya. Tidak boleh ada satupun faktor yang tidak mendukung. Satu saja faktor pendukungnya tidak ideal, maka akan terjadi ketidak seimbangan, dan energi yang membangkitkan libido akan terkuras, dan ekonomipun akan lemas. tak bergerak, tak berdaya, dan inilah yang disebut dengan krisis, atau letoy economics.
3) Krisis akan bangkit lagi, libido ekonomi akan meningkat lagi, ketika ada sumber daya baru, pasar baru, semangat baru. Ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang pendek atau jangka waktu yang panjang. Jika yang dijunjung tinggi adalah bangkitnya ekonomi menuju keseimbangan secara alamiah, maka pemerintah tdak perlu melakukan upaya-upaya konspiratif. Biarkanlah terjadi pemulihan secara apa adanya. Kalau memilih seperti ini, maka berarti mengikut aliran klasik. Namun, bila yang diinginkannya adalah pemulihan jangka cepat, maka perlu dilakukan upaya konspiratif untuk membangkitkan libido, dengan cara menggunakan suplemen, yang ini memerlukan peran pemerintah untuk intervensi secara politik, peningkatan agresifitas, dan upaya-upaya lain, yang tinjauannya tentu kedirian, bukan sosial lagi. Ingat....Suplemen adalah untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Tidak peduli engkau kuat...yang penting aku kuat...itulah semboyan ekonomi yang didrive oleh suplemen. Tentu saja, suplemen yang digunakan harus teruji, sahih, quick respon, agar segera dapat membuka pasar dan penetrasi ke dalam pasar dapat dimulai lagi.
ditulis oleh:
Kang Pawie