Kontak Person

Phone: 08122624412

BANK
Acc. Bank Mandiri Surakarta No.138-00-0689319-7 a.n. Supawi Pawenang;
Acc. BPD Jateng Cab. Surakarta No.2-002-11942-5 a.n. Supawi Pawenang;

Senin, 26 Mei 2008

Teori Habitus dan Lingkungan (Pierre Bordieu)

Teori habitus dan lingkungan dilatarbelakangi keinginan untuk menanggulangi absurditas antara individu dan masyarakat, atau objektivisme dan subjektivisme. Sehingga menggabungkan teori: 1) fakta sosial (Durkheim), 2) strukturalisme (Saussure), 3) Strukturalisme (Levistrauss), 4) Strukturalisme (Marxis), ke dalam pandangan pengikut objektivisme, yang kemudian menghasilkan kritik terhadap teori-teori di atas.
Kritik-kritik terhadap ke empat teori di atas adalah: 1) terlalu menenkankan pada struktur objektive dan mengabaikan proses konstruksi sosial (social construction), 2) teori objektivisme mengabaikan keagenan dan agen. Kedua kritik ini terlontar karena Bordieu lebih menyukai tanpa mengabaikan agen seperti pemikiran strukturalis. Maka, pemikiran Bordieu mengarah pada aliran subjektivisme yang menerangkan pada bagaimana agen menerangkan, memikirkan, menggambarkan dunia sosial untuk mengkritik existensialisme (Sartre), fenomenologi (Schultz), interaksionisme simbolik (Blumer), etnometodologi (Garfinkel), yang telah mengilhaminya. Kritiknya juga dilandasi karena teori-teori tersebut terlalu mengabaikan struktur objektif. Kritik ini dikaitkan dengan subjektivismenya sendiri menghasilkan dialektika Bordieu.
Dialektika Bordieu diawali adanya dilema antara objektivisme dan subjektivisme yang mewujud dalam praktik. Dialektika ini dilabeli teori konstruktivisme strukturalis, strukturalisme konstruktivis, dan strukturalisme genetis. Ketiga label ini lebih mengarah pada strukturalis, namun berbeda dengan Saussure, Levistrauss, Marxis yang lebih cenderung perhatian pada bahasa dan kultur. Strukturalis Bordieu cenderung melihat objek bebas dari kesadaran keuangan agen, sehingga bersama Foucault disebut Post strukturalis.
Post strukturalis mengatakan bahwa asal-usul struktur mental aktor individual merupakan produk dari gabungan struktur sosial, yang tidak dapat dipisahkan dari asal-usul struktur sosial itu sendiri. Inilah yang ditolak oleh pengamat sosiologi mikro. Pemikiran post strukturalis ini menunjukkan adanya dialektika antara subjektivisme dan objektivisme yang kemudian menghasilkan konsep habitus (yang terdapat dalam pikiran aktor) dan lingkungan (di luar pikiran aktor).

Habitus
Habitus atau kebiasaan merupakan produk internalisasi struktur (dunia sosial) yang bisa berbeda-beda atau kolektif. Yang tidak pantas, disebut hysteresis.
Habitus didefinisikan sebagai sistem yang tertata dan meminta kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus menerus tertuju pada fungsi praktis (Walquant, 1989:42). Habitus sendiri terbagi dua, yaitu: habitus yang menghasilkan kehidupan sosial, yang disebut dengan struktur yang menstruktur (structuring structure) dan habitus yang dihasilkan kehidupan sosial atau struktur yang terstruktur (structured structure). Keduanya ini terdapat dialektika antara internalisasi dan eksternalisasi. Pertimbangannya adalah orang tidak bodoh, orang kadang rasional, orang bertindak dengan cara yang masuk akal, orang mempunyai perasaan untuk bertindak. Alasan ini yang kemudian menghasilkan logika tindakan. Jadi logika tindakan bersifat polythetic. Artinya, adanya kemampuan membenarkan secara simultan thesis/makna yang bertentangan secara membingungkan. Logika tindakan sendiri dapat diklasifikasi lagi menjadi logika praktis, logika formal, relasional, sehingga bukan merupakan struktur tetap, bersifat situasional, adaptable, dan bukan determinasi total.

Lingkungan (field)
Lingkungan merupakan jaringan hubungan antara posisis objektif di dalamnya, terlepas dari kesadaran dan kemauan individual. Contoh: ekonomi, keagamaan, kesenian, dan lain-lain.
Lingkungan dapat dianalisis dengan 3 langkah: 1) gambarkan kekuatan politik dan temukan hubungannya dengan lingkungan khusus, 2) gambarkan struktur objektif antar posisi, 3) menentukan ciri kebiasaan agen dalam posisinya. Ketiga langkah ini menurut Bordieu ditentukan oleh militer, dan kapital. Kapital atau modal terbagi lagi menjadi modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, modal simbolik yang semuanya dapat menimbulkan kekerasan atau kekerasan simbolik melalui pendidikan, kultural, dan lain-lain.

Antara habitus dan lingkungan saling memengaruhi. Sebagai contoh: tindakan seseorang dalam mengonsumsi barang, dari sisi habitus dipengaruhi oleh selera, yang dapat digolongkan ke dalam selera tinggi, sedang, rendah. Sementara dari sisi lingkungan dapat terbentuk kelas, kultur. Pertemuan antara sisi habitus dan lingkungan ini yang kemudian menghasilkan tindakan.
Tindakan ini terbentuk dalam jangka panjang (bukan jangka pendek dan retorika), menempa kesatuan kelas tanpa sengaja, dan habitus tertentu memperkuat afinitasnya dengan habitus lain yang disebut preferensi yang juga tergantung dengan lingkungan. Preferensi ini kemudian menentukan pasar. Jadi, pasar terbentuk melalui modal kultural dan modal ekonomi. Hanya saja modal kultural, menurut Bordieu, lebih dominan. Alasannya, orang mengejar kehormatan (distinction) melalui barang yang dikonsumsi. Apa yang dikonsumsi seperti minuman, rumah, mobil, pendidikan adalah apa yang dinilai lebih menguntungkan (preferensi). Pendapat Bordieu ini sesuai dengan pendapat Thorstein Veblen yang menyatakan bahwa kekuatan pendorong perilaku manusia adalah kehormatan, yang dapat menjadi eksis dalam ruang sosial. Maka muncul persepsi, klasifikasi, dan differensiasi.
Antar produk kultural dan selera terjadi dialektika yang saling memengaruhi. Selera memengaruhi produk kultural, demikian sebaliknya. Dialektika ini tepat sekali untuk memahami struktur lingkungan. Selera dapat berubah akibat adanya pertarungan kekuatan yang memengaruhi, yang secara dominan disimpulkan, berupa sistem kelas dan kultural yang berkaitan dengan habitus.

Dunia akademis merupakan hirarki sosial dan hirarki kultural yang didapatkan dari wewenang ilmiah dan kemasyarakatan intelektual. Hirarki kultural memunculkan hirarki disiplin akademis yang mewujud dalam sains, hukum, sosial yang meningkat. Hirarki disiplin akademis ini memerlukan waktu dan kapital untuk memperolehnya, sehingga menentukan hirarki sosial. Dalam praktiknya kemudian terjadi modal mengembangkan modal maka terjadi peningkatan hubungan sosial bukan hubungan intelektual.

Teori Habitus dan Lingkungan (Pierre Bordieu)

Teori habitus dan lingkungan dilatarbelakangi keinginan untuk menanggulangi absurditas antara individu dan masyarakat, atau objektivisme dan subjektivisme. Sehingga menggabungkan teori: 1) fakta sosial (Durkheim), 2) strukturalisme (Saussure), 3) Strukturalisme (Levistrauss), 4) Strukturalisme (Marxis), ke dalam pandangan pengikut objektivisme, yang kemudian menghasilkan kritik terhadap teori-teori di atas.
Kritik-kritik terhadap ke empat teori di atas adalah: 1) terlalu menenkankan pada struktur objektive dan mengabaikan proses konstruksi sosial (social construction), 2) teori objektivisme mengabaikan keagenan dan agen. Kedua kritik ini terlontar karena Bordieu lebih menyukai tanpa mengabaikan agen seperti pemikiran strukturalis. Maka, pemikiran Bordieu mengarah pada aliran subjektivisme yang menerangkan pada bagaimana agen menerangkan, memikirkan, menggambarkan dunia sosial untuk mengkritik existensialisme (Sartre), fenomenologi (Schultz), interaksionisme simbolik (Blumer), etnometodologi (Garfinkel), yang telah mengilhaminya. Kritiknya juga dilandasi karena teori-teori tersebut terlalu mengabaikan struktur objektif. Kritik ini dikaitkan dengan subjektivismenya sendiri menghasilkan dialektika Bordieu.
Dialektika Bordieu diawali adanya dilema antara objektivisme dan subjektivisme yang mewujud dalam praktik. Dialektika ini dilabeli teori konstruktivisme strukturalis, strukturalisme konstruktivis, dan strukturalisme genetis. Ketiga label ini lebih mengarah pada strukturalis, namun berbeda dengan Saussure, Levistrauss, Marxis yang lebih cenderung perhatian pada bahasa dan kultur. Strukturalis Bordieu cenderung melihat objek bebas dari kesadaran keuangan agen, sehingga bersama Foucault disebut Post strukturalis.
Post strukturalis mengatakan bahwa asal-usul struktur mental aktor individual merupakan produk dari gabungan struktur sosial, yang tidak dapat dipisahkan dari asal-usul struktur sosial itu sendiri. Inilah yang ditolak oleh pengamat sosiologi mikro. Pemikiran post strukturalis ini menunjukkan adanya dialektika antara subjektivisme dan objektivisme yang kemudian menghasilkan konsep habitus (yang terdapat dalam pikiran aktor) dan lingkungan (di luar pikiran aktor).

Habitus
Habitus atau kebiasaan merupakan produk internalisasi struktur (dunia sosial) yang bisa berbeda-beda atau kolektif. Yang tidak pantas, disebut hysteresis.
Habitus didefinisikan sebagai sistem yang tertata dan meminta kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus menerus tertuju pada fungsi praktis (Walquant, 1989:42). Habitus sendiri terbagi dua, yaitu: habitus yang menghasilkan kehidupan sosial, yang disebut dengan struktur yang menstruktur (structuring structure) dan habitus yang dihasilkan kehidupan sosial atau struktur yang terstruktur (structured structure). Keduanya ini terdapat dialektika antara internalisasi dan eksternalisasi. Pertimbangannya adalah orang tidak bodoh, orang kadang rasional, orang bertindak dengan cara yang masuk akal, orang mempunyai perasaan untuk bertindak. Alasan ini yang kemudian menghasilkan logika tindakan. Jadi logika tindakan bersifat polythetic. Artinya, adanya kemampuan membenarkan secara simultan thesis/makna yang bertentangan secara membingungkan. Logika tindakan sendiri dapat diklasifikasi lagi menjadi logika praktis, logika formal, relasional, sehingga bukan merupakan struktur tetap, bersifat situasional, adaptable, dan bukan determinasi total.

Lingkungan (field)
Lingkungan merupakan jaringan hubungan antara posisis objektif di dalamnya, terlepas dari kesadaran dan kemauan individual. Contoh: ekonomi, keagamaan, kesenian, dan lain-lain.
Lingkungan dapat dianalisis dengan 3 langkah: 1) gambarkan kekuatan politik dan temukan hubungannya dengan lingkungan khusus, 2) gambarkan struktur objektif antar posisi, 3) menentukan ciri kebiasaan agen dalam posisinya. Ketiga langkah ini menurut Bordieu ditentukan oleh militer, dan kapital. Kapital atau modal terbagi lagi menjadi modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, modal simbolik yang semuanya dapat menimbulkan kekerasan atau kekerasan simbolik melalui pendidikan, kultural, dan lain-lain.

Antara habitus dan lingkungan saling memengaruhi. Sebagai contoh: tindakan seseorang dalam mengonsumsi barang, dari sisi habitus dipengaruhi oleh selera, yang dapat digolongkan ke dalam selera tinggi, sedang, rendah. Sementara dari sisi lingkungan dapat terbentuk kelas, kultur. Pertemuan antara sisi habitus dan lingkungan ini yang kemudian menghasilkan tindakan.
Tindakan ini terbentuk dalam jangka panjang (bukan jangka pendek dan retorika), menempa kesatuan kelas tanpa sengaja, dan habitus tertentu memperkuat afinitasnya dengan habitus lain yang disebut preferensi yang juga tergantung dengan lingkungan. Preferensi ini kemudian menentukan pasar. Jadi, pasar terbentuk melalui modal kultural dan modal ekonomi. Hanya saja modal kultural, menurut Bordieu, lebih dominan. Alasannya, orang mengejar kehormatan (distinction) melalui barang yang dikonsumsi. Apa yang dikonsumsi seperti minuman, rumah, mobil, pendidikan adalah apa yang dinilai lebih menguntungkan (preferensi). Pendapat Bordieu ini sesuai dengan pendapat Thorstein Veblen yang menyatakan bahwa kekuatan pendorong perilaku manusia adalah kehormatan, yang dapat menjadi eksis dalam ruang sosial. Maka muncul persepsi, klasifikasi, dan differensiasi.
Antar produk kultural dan selera terjadi dialektika yang saling memengaruhi. Selera memengaruhi produk kultural, demikian sebaliknya. Dialektika ini tepat sekali untuk memahami struktur lingkungan. Selera dapat berubah akibat adanya pertarungan kekuatan yang memengaruhi, yang secara dominan disimpulkan, berupa sistem kelas dan kultural yang berkaitan dengan habitus.

Dunia akademis merupakan hirarki sosial dan hirarki kultural yang didapatkan dari wewenang ilmiah dan kemasyarakatan intelektual. Hirarki kultural memunculkan hirarki disiplin akademis yang mewujud dalam sains, hukum, sosial yang meningkat. Hirarki disiplin akademis ini memerlukan waktu dan kapital untuk memperolehnya, sehingga menentukan hirarki sosial. Dalam praktiknya kemudian terjadi modal mengembangkan modal maka terjadi peningkatan hubungan sosial bukan hubungan intelektual.

Teori Kultur dan Agensi (Archer (1988))

Teori kultur dan agensi ini mempelajari tentang hubungan antara keagenan dan kultur. Pusat perhatiannya terletak pada morphogenesis, yaitu proses pertukaran yang komplek tak hanya menimbulkan perubahan struktur dari sistem tetapi juga perluasan struktural. Perhatian morphogenesis terletak pada bagaimana struktur sosial memengaruhi interaksi sosial? Bagaimana kondisi kultural memengaruhi interaksi sosio kultural? Bagaimana kondisi sosio kultural menimbulkan perluasan kultural?
Teori kultur dan agensi dilatarbelakangi adanya: 1) hubungan logis antar komponen dalam sistem kultural, 2) sistem kultural mempunyai dampak sebab akibat terhadap sistem sosio kultural, 3) adanya hubungan sebab akibat antara individu dan kelompok dalam sosio kultural, 4) perubahan sosio kultural memperluas sistem kultural. Tujuan akhir dari teori kultur dan agensi adalah menyatakan analisis hubungan struktur, kultur, keagenan.

Teori Strukturasi (Structuration) Gidden

Inti dari teori strukturasi apa yang dikatakan Gidden berikut ini. Gidden mengatakan bahwa dalam sejarah dan sosial selalu ada hubungan antara tindakan dengan struktur. Manusia merupakan pembuat sejarah, tetapi ia tidak dapat membuat sejarah seenaknya. Semuanya terkait dengan keadaan.
Teori strukturasi dipengaruhi oleh teori interaksionisme simbolik yang berorientasi individual/agen, dan fungsionalisme struktur yang berorientasi masyarakat/struktur. Keduanya dirangkum dan diambil sarinya, yaitu praktik (interaksi) sosial yang berulang, yang berarti menghubungkan antara agen dan struktur. Praktik (interaksi) sosial yang berulang ini tidak tercipta melalui kesadaran, konstruksionalitas tentang realitas, dan struktur sosial, tetapi melalui dialektika antara ketiganya. Dialektika ini secara historis, processual, dinamis, menuju hermeneutika ganda melalui bahasa para sosiolog menerangkan apa yang mereka kerjakan dan bagaimana tindakannya.
Teori strukturisasi mempunyai elemen-elemen, yaitu: 1) rasionalisasi yang mewujud dalam upaya mencari perasaan aman dan efisiensi, 2) motivasi yang merupakan hasrat untuk mendorong tindakan, 3) kesadaran, yang terbagi menjadi dua, yaitu kesadaran diskursif yang melukiskan tindakan dalam kata-kata, dan kesadaran praktis yang merupakan realitas tanpa kata. Kesadaran praktis ini yang merupakan bagian terpenting dari teori strukturasi.
Teori strukturasi intinya menerangkan tentang apa kejadian yang dilakukan oleh seorang individu. Jika individu tidak bertindak maka tidak akan ada struktur. (No agen no struktur). Inti konsep teori strukturasi Gidden terletak pada: struktur, sistem sosial, dan dwi rangkap struktur. Struktur berupa aturan dan sumberdaya (termasuk fenomena sosial) yang inherent (bukan di luar sebagai kerangka) dan di luar ruang dan waktu. Sistem sosial adalah praktek sosial tetap yang kebanyakan sebagai konsekuensi dari tindakan manusia, meskipun terkadang tidak punya struktur, tetapi bisa memperlihatkan ciri struktur. Dwi rangkap struktur timbul dari adanya dialektika dan dualitas peran agen dan struktur. Jadi, teori strukturisasi memusatkan perhatian pada: 1) tatanan institusi sosial yang melintasi ruang dan waktu. Institusi sosial ini meliputi tatanan sosial, institusi politik, institusi ekonomi, institusi hukum, yang merupakan kumpulan praktik sosial. 2) perubahan institusi sosial melintasi ruang dan waktu, 3) cara kepemimpinan institusi dan campur tangannya, 4) pengaruh teman terhadap perilaku sosial.

Kritik terhadap teori Gidden:
Ian Craib menatakan bahwa Gidden terlalu berperhatian pada tindakan sosial, sehingga kurang kedalaman ontologis, dan gagal menerangkan struktuir sosial yang mendasari kehidupan sosial. Sintesis teorinya tidak bertautan secara pas. Kekurangan basis teori untuk membuat analisis kritis tentang masyarakat modern, sangat fragmentaris dan sukar untuk dipahami secara pasti.

group

  • groups.google.com/group/pangelmon-spiritualitas
  • pangelmon-spiritualitas@googlegroups.com

Bagaimana pendapat anda tentang tulisan ini

Salam Kenal

kunjungi pula blog http://spiritual-pandrik.blogspot.com/