Masih ingat lagunya Ahmad Albar "Panggung Sandiwara?". sepenggal kalimat dalam lagu itu "...Dunia ini panggung sandiwara...ceritannya...".
Siang tadi di saya diskusi tentang itu dengan kawan-kawan di FAI-UMS. Dari diskusi itu muncul berbagai pendapat yang saya kira memperkaya sudut pandang kita. Karena, kawan-kawan memang mengambil posisi pada sudut pandang para pemikir-pemikir yang lalu. Terutama dalam menjawab pertanyaan apakah kita manusia ini memang berperan dalam panggung sandiwara? Kita sedang berperan sebagai dosen, tentara, wartawan, tukang becak, presiden, buruh, dan sebagainya? Lontaranpertanyaan itu mendapat jawaban yang beragam. Ada yang berpendapat bahwa "apapun peran kita, perlu dihayati dengan baik. Karena dengan menghayati dan menjalankan peran dengan baik itu sutradara ataupun produser akan menghargai kita. Penonton ataupun kawan main yang lain juga akan mengapresiasi. Permainan peran kita yang kita jalani dengan baik inilah yang akan membawa kita dalam ketenaran, kemakmuran, kebanggaan, dan sebagainya. Itulah manifestasi hidup. Ketika kita suksen menjalankan suatu peran, kita mungkin, atau bahkan pasti, akan diperankan lain dengan peran yang lebih baik da lebih menantang. Kalau yang semula hanya figuran, mungkin akan mejadi pemain utama. Kalau kita tidak segera mendapatkan tawaran, kita dapat dengan inisiatif sendiri melamar pera yang menantang itu kepada penyelenggaranya. Dalam kehidupan itu adalah Tuhan. Tentu saja, sang pengambil keputusan penentu peran akan mempertimbangkan kesuksesan peran sebelumnya yang pernah kita mainkan. Kalau semula dalam berperan kita hanya menyelesaikan dengan standar minimal, maka tentu peran yang akan lebih menantang tidak akan diberikan kepada kita"...ha..ha..ha...tawa kawanku itu mengakiri jawabannya.
Tetapi bang...sahutku.."kalau dunia ini panggung sandiwara..tentunya kita memang mendapat peran yang pasti...Kalau kita dimainkan dalam peran orang yang baik-baik saja..tidak masalah bang..karena memang kitab sucipun menghendaki orang agar menjadi orang baik..Tetapi kalau kita diperankan sebagai peran jahat bagaimana..? imbalannya apakah surga? Kalau peran itu harus kita jalani dengan sebaik-baiknya, maka kejahatan yang kita lakukan harus betul-betul jahat. Semakin jahat kita akan semakin menunjukan ketaqwaan dong...? Kalau memang seperti itu, berarti neraka tidak ada...? Lha..kalau memang dunia ini panggung sandiwara.dan kita diperankan jahat...waduh...sial sekali kita...? terus dimana letak Maha Rahman dan Maha Rahim Tuhan..?"
"..ya...aliran Jabariah pandangannya memang begitu...bahwa semua ini adalah manifestasi Tuhan. Kita hanya "wayang" yang digerakkan. Apapun yang kita jalani adalah kehendak Tuhan. Ini berbeda dengan pandangan Mu'tazilah...yang mengatakan bahwa Tuhan membekali kita akal. Akal ini yang digunakan oleh manusia untuk menentukan perilakunya di dunia. Bagi orang yang berakal tentu akan memilih yang terbaik, jalan baik yang ditentukan Tuhan. Kalau pilihannya bukan jalan yang baik, itu bukan akal yang mendominasi, tetapi nafsu. Bagi Mu'tazilah, baik orang yang telah bersinggungan dengan wahyu ataupun belum, semuanya dapat menentukan baik dan buruknya perbuatan. Jawab kawanku satunya. Ia melanjutkan...lain halnya dengan sy'ariah....Perbuatan baik dan buruk itu dikabarkan oleh wahyu..melalui para rasul..melalui itab suci. Sebelum ada wahyu itu..kita berada dalam ruang yang bias yang belum bisa menntukan baik dan buruknya perilaku. peran akal hanya akan mulai aktif setelah ada pewahyuan. Satu kawanku menyahut pendek..."Kalau orang tidak pernah bersentuhan dengan pewahyuan berarti bebas hukum...?"...Yang tadi kembali menjawab.."mestinya tidak ada yang lepas dri wahyu..karena di dalam kitab suci dijelaskan bahwa Tuhan telah menunjuk utusannya untuk menyampaikan ajaran pada semua insan."
"Tuhan memang telah mengilhami manusia perbuatan jahat dan perbuatan baik lengkap dengan segala informasinya tentang balasannya. Manusia diberikan kebebasan untuk memilih. Kalau mau surga, ya pilih yang baik. Kalau mau neraka, ya pilih yang buruk. Itu pilihan bebas yang rasional. Manusia itu diciptakan sebaik-baiknya ciptaan, tetapi kalau tidak mengguakan akalnya untuk memilih apa yang diperintakan Tuhan, maka ia akan terjerembab masuk ke dalam lembah asfala safilin. Maka, manusia itu perlu berlomba-loba dalam kebaikan. Ibarat kita berjalan, kita ini mendapat daya tarikan dari dua sisi. Sisi kiri ini tarikan setan yang akan menjatuhkan dalam kesengsaraan, sisi negatif, di sebelah kanan kita ditarik malaikat yang akan menjatuhkan ke dalam surga. Akal kita membantu tarikan malaikat, tetapi nafsu kita membantu tarikan setan. Kita dikatakan berhasil kalau tarikan kebaikan ini yang menang. Jadi, sejatinya..kita hidup ini sudah berada dalam perjuangan untuk memenangkan. Shiroth al mustaqim itu ya yang kita jalani dalam hidup ini... " sergah kawanku yang semula diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar